DAFTAR DISINI, DAPAT EMAS 1 gram GRATIS

Buy gold online - quickly, safely and at low prices

Berkebun Emas

Berkebun Emas
Cara Cepat Investasi Emas
Free advertising

Rabu, 14 Oktober 2009

Tinggalkan Dollar Selagi Sempat…!.

Tinggalkan Dollar Selagi Sempat…!.

Written by Muhaimin Iqbal

Wednesday, 14 October 2009 08:40

US$ IndexDalam tulisan saya tanggal 6 Oktober lalu, saya sudah ungkapkan bahwa Rupiah-pun lebih perkasa dari US Dollar dalam setahun terakhir. Pelemahan US$ ini dapat kita ikuti terus di dashboard GeraiDinar.Com secara real-time , yang pada saat artikel ini saya tulis mengindikasikan US$ Index berada pada angka 75.86.

Ironinya bahwa melemahnya US$ ini bukan sesuatu yang tidak wajar, ini justru yang wajar – maka dari itu US$ pada tingkat index tersebut diatas, di indikator Geraidinar.com ditunjukkan oleh jarum yang berada di zone biru. Ketika US$ Index menujukkan angka yang tinggi beberapa bulan lalu, dia berada di zone merah – atau dalam kondisi yang tidak wajar.

Mengapa kondisi wajarnya US$ lemah dan akan terus melemah terhadap mata uang-mata uang besar dunia ?. Berikut beberapa alasannya diantara sekian banyak alasan lainnya.

Deficit spending, bailout, quantitative easing, stimulus, zero interest rate dan corporate scandals adalah kata-kata yang popular menghiasi ekonomi Amerika saat ini; semua kata-kata ini mendorong US$ turun dan tidak mendorongnya naik.

Dari tahun ketahun berbagai tingkat pejabat tinggi Amerika sampai presidennya sendiri riwa-riwi ke China; Apa misinya ?; menurunkan defisit perdagangan Amerika terhadap China. Dengan apa defisit ini diturunkan ?, dengan menurunkan daya saing produk-produk China di Amerika ?. dengan apa daya saing China di Amerika bisa turun ?, kalau produk China terasa mahal oleh penduduk Amerika; ini berarti demi kepentingan bangsa Amerika sendiri US$ harus terus melemah terhadap Renminbi China !.

Bukan hanya terhadap Renminbi saja US$ akan terus melemah; terhadap berbagai mata uang kuat lainnya seperti Euro, Yen, Aussie Dollar dlsb.; mata uang US$ akan melemah – demi penyelamatan ekonomi negeri itu dari defisit neraca perdagangan yang mulai tidak tertahankan lagi sejak krisis finansial melanda dua tahun terakhir.

Bagaimana agar kita tidak ikut menjadi korban dari terus melemahnya US$ ?, ya jangan gunakan US$ dalam berbagai bentuk investasi kita baik itu berupa tabungan, deposito, dana pensiun, asuransi dan berbagai investasi lain yang menggunakan US$ dalam unit of account-nya.

Dalam skala negara-pun hal ini patut dipikirkan secara serius. Betapa runyamnya ketergantungan terhadap US$ ini bila diteruskan dapat kita lihat dari illustrasi berikut : Pada akhir September 2008 lalu cadangan devisa kita mencapai US$ 57.108 Milyar ; pada akhir September 2009 cadangan devisa ini menjadi US$ 62.287 Milyar. Tambah kayakah kita ?; kalau dilihat dari angka cadangan devisa dalam US$ ini iya karena cadangan devisa kita naik kurang lebih 9 % setahun terakhir ini.

Masalahnya adalah US$ - nya sendiri bila diukur dengan unit account yang baku sepanjang zaman yaitu emas – setahun terakhir mengalami penurunan sekitar 22 %; karena emas dalam US$ mengalami kenaikan harga sekitar 28 % pada periode yang sama. Jadi bila dihitung dengan timbangan yang baku emas, cadangan devisa kita sejatinya mengalami penurunan sekitar 15% selama setahun terakhir !.

Mana yang kita lebih percayai ?, asset kita ditimbang dengan US$ yang terus menyusut seperti dalam illustrasi grafik diatas, atau ditimbang dengan timbangan yang baku emas/Dinar ? tentu saya lebih percaya pada yang terakhir ini.

Dengan fenomena terus menurnnya US$ (sebenarnya juga seluruh mata uang kertas lainnya ) ini, lantas apakah kita rame-rame menumpuk emas atau Dinar ?; tidak juga !. Karena emas atau Dinar sebagai investasi hanya nomor dua setelah sektor riil meskipun dia nomor satu sebagai unit of account (timbangan) maupun sebagai store of value (penyimpan nilai – agar tidak susut seperti uang kertas).

Yang terbaik bagi kita semua adalah kalau kita bisa menggerakkan sektor riil dengan perdagangan yang riil. Sebagai contoh Dinar yang harga nya kurang lebih setara dengan seekor kambing ukuran sedang sepanjang zaman, menyimpan Dinar tidak lebih baik dari memelihara kambing.

Satu Dinar Anda akan tetap satu Dinar setahun yang akan datang ( meskipun dalam Rupiah atau Dollar bisa jadi nilainya sudah 30% lebih tinggi saat itu !), tetapi satu ekor kambing Anda insyaallah bisa jadi dua kambing ( atau satu setengah setelah dipotong ongkos pelihara !) tahun depan…..

Jadi urutan terbaiknya adalah ‘pelihara kambing’ (merepresentasikan sektor riil), kalau karena satu dan lain hal belum bisa ‘pelihara kambing’ baru pertahankan asset Anda dalam satuan emas atau Dinar…agar tidak ikut tenggelam bersamaan dengan tenggelamnya mata uang US$ dan berbagai mata uang kertas lainnya. Wa Allahu A’lam.

Selasa, 13 Oktober 2009

Fiat Money dan Perampokan Negara

Fiat Money dan Perampokan Negara

Jakarta - Masih segar dalam ingatan kita betapa dasyatnya dampak krisis moneter yang dialami Indonesia pada tahun 1997/1998. Krisis yang tertransmisikan dari Thailand tersebut telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian.

Pada saat itu, secara makro tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot signifikan menjadi -13,7%, inflasi menembus 2 digit, tingkat bunga simpanan menembus level 58%, tingkat kemiskinan langsung meroket menembus 16,7% serta tingkat pengangguran mencapai 39,1% (BPS, 2000).

Sungguh ironis bilamana kita melihat dampak krisis moneter di atas. Ironis karena dampaknya dirasakan secara masal walaupun hingga kini kita merasa bukan sebagai penyebabnya. Memang krisis keuangan yang terjadi selama ini adalah bukan suatu kebetulan. Namun, ada skenario global yang mengaturnya dengan perantaraan suatu intrumen moneter.

Dengan demikian pengulangan krisis pada masa mendatang hanya akan dapat dicegah bila intrumen (sarana) pemicu krisis ini diamputasi sesegera mungkin. Intrumen pencipta dan pemicu krisis itu adalah "Fiat Money" atau sering dikenal dengan uang kertas dan coin.

Fiat Money adalah uang yang diterbitkan oleh pemerintah dan dilindungi oleh hukum suatu negara. Dalam perkembangannya fiat monet dipergunakan sebagai sarana pembayaran utang dan berbagai transaksi ekonomi. Baik domestik maupun internasional.

Namun demikian yang menjadi keresahan bersama berkenaan dengan fiat money adalah uang ini tidak memiliki nilai intrinsik selain harga bahan uang itu sendiri. Dengan kondisi demikian maka penerbitan uang ini tanpa didasari dengan jaminan akan kestabilannya di masa yang akan datang. Ketidakstabilan fiat money inilah yang menjadi akar dan sumber bencana finansial selama ini.

Dalam sistem moneter internasional akan suatu konsesi bahwa dalam transaksi internasional disyaratkan menggunakan mata uang yang merupakan hard currency. Seperti Dolar, Euro, Yen, dan Pound Sterling. Akan tetapi karena cadangan devisa kebanyakan negara di dunia adalah Dolar AS maka setiap transaksi dikonversikan ke dalam Dolar AS terlebih dahulu. Hal menarik yang perlu diperhatikan adalah apakah setiap dolar yang dikeluarkan benar-benar mencerminkan kondisi perekonomian yang sebenarnya.

Dalam beberapa buku ekonomi disebutkan bahwa dalam jangka panjang suatu perekonomian akan terjadi inflasi. Inflasi tersebut terjadi karena pertumbuhan jumlah uang tidak seimbang dengan pertumbuhan barang dan jasa dalam perekonomian.

Dalam teori ekonomi makro kita mengenal adanya business cycle atau siklus konjungtur ekonomi. Sesuai namanya maka akan ada masa suatu perekonomian booming dan resesi. Teori ini perlu kita pahami secara menyeluruh dan detail karena business cycle itu hanyalah buatan dan teori yang dibangun untuk merevitalisasi bangunan ekonomi segelintir pihak yang berkepentingan dalam alokasi sumber-sumber ekonomi.

Semisal, suatu perekonomian memiliki kapasitas faktor ekonomi sebesar 10%. Namun, hingga saat ini pencapaiannya masih 5%. Maka, pemerintah atau Bank Sentral selaku otoritas kebijakan memberikan stimulus fiskal atau moneter berupa kebijakan ekspansioner.

Kebijakan ekspansioner tersebut pada ujungnya berupaya bagaimana jumlah uang beredar meningkat dalam perekonomian sehingga diharapkan dapat memberikan stimulus dan geliat pada sektor-sektor ekonomi hingga mencapai batas maksimum kapasitas perekonomian (full employment). Dalam hal ini adalah 10%.

Sayangnya, laju perputaran fiat money ini tidak berhenti walaupun telah mencapai kapasitas maksimumnya sehingga jumlah barang yang dihasilkan tetap dan akhirnya menjadi timpang dan tertinggal dibanding pertumbuhan uang, yang kemudian perisitiwa ini dikenal dengan inflasi.

Pada masa inflasi harga barang membumbung tinggi karena tertekan oleh laju fiat money yang terus membesar. Dalam kondisi inflasi yang uncontrol ekspekstasi pelaku ekonomi akan masa depan perekonomian menjadi negatif karena daya beli masyarakat menurun yang juga secara otomatis dari sisi supply barang akan berangsur-ansur menurun. Perisitiwa ini bila berkelanjutan akan menciptakan staflasi, yaitu stagnasi perekonomian disertai inflasi yang tinggi.

Karena perekonomian Indonesia adalah terbuka maka mobilitas modal termasuk devisa berjalan cepat dan bebas. Para pelaku ekonomi akan merespon kondisi di atas dengan melakukan konversi mata uang kepada mata uang keras (hard currency) atau melakukan arbitrase agar nilai asetnya tidak bekurang. Arbitrase adalah melakukan konversi mata uang kepada mata uang lain yang memberikan keuntungan kurs. Secara otomatis mata uang Rupiah akan mengalami penurunan nilai terhadap mata uang mitra dagang.

Inilah awal daripada terjadinya "perampokan kekayaan negara" yang mungkin baru kita sadari. Apakah suatu keadilan bila bulan ini kita membeli minyak mentah 60 USD per barrel dan bulan depan dengan kuantitas yang sama harus membeli dengan 70 USD per barrel. Di manakah letak ketidakadilannya.

Ketidakadilannya adalah pada jumlah uang yang dikorbankan (rupiah) untuk membeli dolar. Untuk mendapat rupiah kita harus berdagang dengan barang lain. Artinya terjadi pertukaran. Namun, sebaliknya perubahan nilai Dolar AS bukan akibat pertukaran namun unsur spekulasi yang tidak didasarkan dengan apa pun (nothing).

Selisih perubahan Dolar itulah yang telah mengambil kekayaan suatu negara secara halal dan halus. Perkara ini telah terbukti dan dibuktikan pada kasus utang luar negeri Indonesia ketika krisis moneter tahun 1997/1998 terjadi. Waktu itu utang luar negeri Indonesia mayoritas dalam denominasi Dolar AS.

Berdasarkan data BPS jumlah Utang Indonesia per September 1997 mencapai 117,3 miliar Dolar AS dengan kurs Dolar terhadap Rupiah sebesar Rp 3,275 per Dolar AS. Akan tetapi pada Juni 1998 kurs Rupiah terhadap Dolar AS merosot dan menyentuh kisaran Rp 14,900 per dolar AS. Dengan demikian ada selisih kurs sebesar Rp 11,625 dengan jumlah utang yang sama.

Hal ini otomatis pemerintah atau negara membayar kewajiban hutang yang lebih besar dalam demoninasi Dolar karena harus mengorbankan Rp 11,625. Secara logika orang berhutang karena keterbatasan dana. Namun, apakah adil dan etis. Belum lagi dia melunasi beban utangnya telah meningkat sepuluh kali lipat tanpa dia pernah merasa berhutang dan menikmati harta itu. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Pada kondisi demikian maka negara berusaha menutup hutang dengan mengerahkan semua kapasitas ekonomi. Termasuk menggadaikan beberapa perusahaan negara kepada asing (privatisasi), menjual surat utang kepada pihak luar, dan bahkan mempersilahkan beberapa kontraktor asing untuk mengelola perekonomian nasional.

Sekadar informasi bahwa privatisasi di Indonesia telah menjadi tradisi dan kebutuhan. Berdasarkan sebuah sumber: Waspada Ledakan Privatisasi BUMN, mencatat bahwa selama periode 1991-2001, pemerintah Indonesia telah memprivatisasi 12 BUMN. Selama periode 2001-2006 privatisasi BUMN sebesar 10 BUMN, dan di awal tahun 2008, pemerintah kembali akan memprivatisasi 34 BUMN.

Geram rasanya bila melihat fenomena ini karena sungguh tragis sekaligus memalukan. Tentunya ini tak akan terjadi bila fiat money yang menjadi kebanggaan kita bersama merupakan uang komoditas yang memiliki jaminan dan nilai intrinsik.

Kritik terhadap fiat money pernah dikemukakan oleh Alan Greenspan dalam esai Gold and Economic Freedom, yang menyatakan, "This is shabby secret of the welfare statist tirades against gold. Deficit spending is simply a scheme for the confiscation of wealth. Gold stands in the way of this insidious process. It stands as a protector of property right".

Dalam kritiknya Greenspans dengan tegas mengatakan bahwa kebijakan defisit yang selama ini dilakukan oleh negara maju merupakan skema sederhana untuk pengambilalihan (confiscation) terhadap kekayaan, dan emas adalah pelindung terhadap hak milik suatu barang. Pernyataan di atas secara tegas mengkritik Amerika Serikat yang selama ini memiliki kebijakan defisit anggaran. Sehingga, pembiayaan defisit Amerika didanai dari hutang melalui penjualan surat utang Negara (Treasury Bills atau Treasury Bonds).

Oleh karenanya eksistensi perekonomian Amerika sebenarnya karena pembiayaan hutang tersebut. Hingga saat ini Amerika tercatat sebagai pengutang terbesar di dunia dengan hutang US$11,315 triliun per oktober 2008. Akan tetapi, AS terkesan tenang, karena bila terjadi default dia bisa dengan mudah mencetak mata uang baru (seignorage) atau meminta bantuan lembaga keuangan internasional (IMF).

Dalam menjaga eksistensi fiat money, baik dari segi kuantitas maupun efektivitasnya,
maka Amerika meminta bantuan IMF yang dibentuk pada tahun 1945. Memang lembaga ini, bertujuan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas moneter global. Akan tetapi, sebenarnya lembaga ini adalah kepanjangan tangan Amerika Serikat untuk menancapkan pengaruh sekaligus agen penghisap ekonomi negara lain.

Penghisapan melalui IMF ini secara detail diungkap dalam buku "The Confession of Economic Hitman". Memang Amerika memiliki agen khusus yang bertugas menjebak dan akhirnya secara sukarela menjadi "perahan" untuk menyediakan sumber-sumber ekonomi. Misalnya ada suatu Negara yang mengalami krisis, maka IMF, sebagai juru selamat datang untuk menawarkan beberapa bantuan dengan persyaratan tertentu.

Persyaratan itu adalah intrumen untuk memastikan bahwa negara tersebut dalam koridor kepentingan Amerika. Begitu juga dengan ADB (Asian Development Bank) yang membawa isu pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan. Namun, dibalik itu, ADB adalah kepanjangan tangan Amerika untuk mempengaruhi kebijakan suatu negara dalam pengentasan kemiskinan.

Menurut Amerika justru selama masih ada kemiskinan mereka dapat dengan mudah mengatur dan mengarahkan demi kepentingan mereka baik saat ini maupun mendatang. Oleh karenanya pengentasan kemiskinan oleh ADB hanyalah kedok untuk menjaga dan memelihara pemiskinan itu sendiri. Sehingga, IMF dan ADB banyak disebut sebagai antek Amerika karena sumber pemasukan dana terbesar mereka adalah Amerika.

Dari komposisi dana simpanan negara-negara di dunia Amerika menempati posisi pertama dengan jumlah saham hampir mencapai 20%. Dengan saham yang relatif besar ini maka mereka memiliki hak-hak istimewa. Seperti kemudahan dalam pengajuan bantuan, dan kemudahan dalam menyusupkan metode untuk setiap kebijakan anti kemiskinan dan stabilisasi moneter global.

Dengan demikian betapa semunya sebenarnya kekuatan Amerika dan negara-negara maju tersebut. Dengan hanya bermodalkan selembar kertas tak bernilai Amerika serikat telah meneguhkan hegemoninya dalam mengatur seluruh sistem kehidupan global dan berusaha berlindung dari setiap penderitaan negara-negara lain. Karena sesungguhnya, setiap krisis, inflasi (bencana financial), atau kemiskinan yang terjadi di dunia ini bukan terjadi secara alamiah.

Tetapi, karena didesain untuk sistem perekonomian raksasa berbasis fiat money. Sehingga, sudah sewajarnya bila dunia mulai memikirkan sistem moneter global yang berkeadilan berbasis komoditas, seperti dinar emas. Upaya ini juga sebagai alternatif sekaligus cara untuk meminimalkan dan menghentikan perampokan mereka terhadap kekayaan negara-negara secara halal dan halus. Sanggupkah kita bersama-sama memperjuangkannya. Insya Allah.

Dimas Bagus Wiranata Kusuma
dimas_economist@yahoo.com (+60-169026445)

Penulis adalah Kandidat Master of Economics International Islamic University Malaysia (IIUM), Direktur Humas Islamic Economic Forum for Indonesia Development (ISEFID) Kuala Lumpur .

Minggu, 11 Oktober 2009

Investasi Emas, Investasi Anti Krisis

Investasi Emas, Investasi Anti Krisis
Ramdhania El Hida - detikFinance


Foto: Reuters

Jakarta - Emas, selain sebagai perhiasan rupanya bisa dijadikan instrumen investasi yang dapat bertahan pada situasi dan kondisi apapun, termasuk pada saat krisis.

Hal ini disampaikan CEO Managing Partner Vibiznews Alfred Pakasi dalam Seminar Investasi Properti dan Emas di Hotel Ciputra, Jakarta, minggu (10/10/2009).

Menurut Alfred, investasi dengan emas memiliki beberapa keuntungan. Pertama, emas memiliki likuiditas yang sangat mudah. Banyak toko yang menjual dan membeli emas di mana-mana.

"Kini, emas bisa dianggap sebagai mata uang. Semua mata uang di dunia mempunyai emas sebagai back up," ujar Alfred.

Kedua, harga emas akan selalu naik sehingga bisa menjadi pilihan saat krisis. Bahkan saat perang, inflasi tinggi, dan gejolak finansial. Selain itu, terdapat aspek fundamental dalam emas. Alfred menambahkan emas memiliki 2 cara keuntungan, baik saat harga emas sedang naik maupun saat turun. Emas juga memiliki manfaat jangka panjang dan jangka pendek.

Saat harga naik, masyarakat bisa menjual emasnya tetapi saat harga emas turun, masyarakat bisa kembali membeli emas. Hal ini merupakan manfaat jangka pendek investasi emas.

Namun, jika masyarakat ingin invesatasi emas secara jangka panjang, emas bisa dibeli saat harga turun kemudian disimpan saja sampai berpuluh-puluh tahun. Hal ini tetap mendatangkan keuntungan karena harga emas akan selalu naik.

"Manfaatkan 2 ways opportunity, untuk long term kita buy and hold, untuk short term kita jual saat koreksi. Jadi, selalu untung," tegas Alfred.

Saat ini harga emas sedang tinggi karena harga per troy ounce emas mencapai angka di atas Rp 1000. Fenomena harga emas di Indonesia sempat mencapai harga paling tinggi pada Maret 2008 yang mencapai level Rp 311.300 per gram.

Hal ini dicapai atas dolar menguat hingga Rp 12.000. Pada 8 Oktober 2009 ini, harga emas mencapai Rp 317 ribu karena rupiah menguat tetapi harga per troy ounce emas tinggi. Pada jangka panjang, Alfred yakin harga per troy ounce emas bisa mencapai US 1250 sehingga harga jualnya kembali naik.

Meski demikian, emas juga bukan bebas risiko. Alfred menyatakan, investasi dengan emas juga memiliki potensi kerugian. Hal ini karena kurangnya pengetahuan tentang pasar emas.

Kita tidak bisa membaca peluang kapan waktu yang tepat untuk menjual dan membeli. Oleh karena itu, perlunya mencari tahu informasi terbaru mengenai pasar emas dan rekomendasi yang dianjurkan para pelaku ekonomi dari media-media.

"Bisa juga rugi karena high risk, high gain. Ini karena kita tidak tahu tentang pasar emas. Oleh karena itu update terus berita tentang emas dan rekomendasi," ujar Alfred.

Alex menyarankan, seluruh masyarakat tetap bisa berinvestasi dalam keadaan apapun. Baik sedang krisis, ketidakpastian (bencana alam), maupun saat inflasi tinggi. Hal ini untuk keperluan masa depan. Untuk itu, diperlukan investasi yang aman, tepat, dan stabil. Emaslah yang menjadi peluang emas berinvestasi. (nia/ang)

Kamis, 08 Oktober 2009

Harga Emas Ciptakan Rekor Baru Lagi

Harga Emas Ciptakan Rekor Baru Lagi
Nurul Qomariyah - detikFinance


Foto: Reuters


London - Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi lagi dan menembus batas psikologis US$ 1.050 per ounce. Pelemahan dolar AS di pasar global membuat harga emas semakin tak terbendung.

Di pasar spot London, harga emas melonjak menembus US$ 1.058 per ounce, yang merupakan level tertinggi dalam sejarah. Lonjakan harga terutama ditopang oleh terus merosotnya dolar yang membuat harga logam berharga yang berdenominasi dolar AS menjasi semakin murah.

"Investor kembali ke emas sebagai perlindungan di tengah melemahnya dolar AS," ujar Adrian Koh, analis dari Phillip Futures di Singapura seperti dikutip dari Reuters, Kamis (8/10/2009).

Dolar AS tercatat turun 0,7% atas kumpulan mata uang utama dunia, yang merupakan titik terendah sepanjang tahun ini. Euro menguat 0,6% ke level 1,4773 dolar. Terhadap yen, dolar AS juga melemah 0,33% ke 88,32 yen.

Sejauh ini dolar AS terus melemah akibat berbagai faktor seperti ekspektasi akan terus rendahnya suku bunga AS dalam beberapa waktu dan keyakinan perekonomian dunia kini sedang dalam proses perbaikan. Hal itu mengendurkan motivasi untuk perburuan dolar, sebagaimana terjadi pada tahun lalu.

Rabu, 07 Oktober 2009

Harga Emas Masih di Titik Tertinggi

Harga Emas Masih di Titik Tertinggi
Nurul Qomariyah - detikFinance


Foto: Reuters

New York - Dolar AS mulai menguat setelah sempat terpuruk. Namun harga emas belum surut dan masih bercokol di titik tertingginya.

Investor masih meneruskan aksi pembelian emas dan logam berharga lain karena khawatir dolar akan menguat lagi dan membawa ancaman inflasi.

Pada perdagangan Rabu (7/10/2009), harga emas di pasar spot empat menembus US$ 1.048,20 per ounce sebelum akhirnya surut ke US$ 1.041,75. Harga ini masih lebih tinggi ketimbang harga terakhir pada Selasa di US$ 1.040,85 per ounce.

Di COMEX, yang merupakan divisi dari New York Mercantile Exchange, harga emas untuk pengiriman Desember ditutup naik 4,70 dolar menjadi US$ 1.044,40. Harga emas di pasar ini bergerak di kisaran US$ 1.037-1.049,70, yang juga merupakan rekor tertinggi.

Harga emas tercatat telah naik hingga 20% sepanjang tahun ini seiring terus merosotnya dolar AS dan kekhawatiran akan inflasi setelah negara-negara berlomba mengguyurkan miliaran dolar dalam mengatasi krisis. Emas dinilai sebagai tempat investasi paling aman dari gangguan inflasi.

Harga logam berharga lainnya yang juga menguat adalah Palladium yang sempat menembus US$ 313,50 per ounce, yang merupakan titik tertinggi sejak Agustus 2008.

Sementara dolar AS kini sudah mulai menguat sehingga membuat emas gagal menembus level psikologis US$ 1.050 per ounce. Namun analis menyatakan momentumnya masih akan hadir.

"Ketika pasar bergerak sedemikian besar dalam dua hari, Anda harus berekspektasi hal itu akan terhenti sebentar untuk menarik nafas. Tapi kami tidak melihat banyak tanda orang-orang akan melakukan bail out dan mengambil untung di sini," ujar Tom Kendall, analis logam dari Mitsubishi Corp seperti dikutip dari Reuters, Kamis (8/10/2009).

Daniel Sacks, Co-Portolio Manager dari Investec Global Gold Fund mengatakan, harga emas akan menguji titik tertinggi barunya sejalan dengan perkembangan kuartal IV.

"Kami percaya hal ini akan berlanjut. Harga emas sekarang masih setengah dari titik tertinggi dalam istilah yang sesungguhnya, meski telah mengalami rally dalam 8 bulan terakhir," ujarnya.

Dinar Untuk Investasi Korporasi …

Dinar Untuk Investasi Korporasi … PDF Print E-mail
Written by Muhaimin Iqbal
Wednesday, 07 October 2009 07:58
Investasi Korporasi

Sejak IMF mentabukan penggunaan emas sebagai referensi mata uang dunia akhir 1971; emas seolah-olah menghilang dari khasanah investasi para pengelola dana korporasi. Namun kini perlahan tetapi pasti korporasi-korporasi dunia mulai melirik kembali emas sebagai investasi, setelah dunia babak belur dengan saham, depresiasi nilai mata uang kertas dan berbagai ketidak pastian investasi lainnya.

Sayangnya di negeri ini ‘ketabuan’ nampaknya masih mendominasi instrumen investasi yang satu ini, sampai-sampai berbagai peraturan pemerintah-pun luput dari mengaturnya. Contohnya belum lama ini teman-teman di industri asuransi diskusi dengan saya, ternyata tidak atau belum ada aturan yang mengatur bagaimana investasi emas ini diperlakukan kaitannya dengan pengelolaan Risk Based Capital (RBC) atau kalau di bank Capital Adequacy Ratio (CAR).

Seandainya diperkenankan, apakah investasi Dinar emas ini menarik bagi perusahaan asuransi misalnya ?; data riil yang kami kumpulkan dua tahun terakhir menunjukkan investasi ini sangat-sangat menarik.

Karena investasi asuransi harus liquid, maka mayoritas industri asuransi sampai saat ini masih meng-investasikan dananya di deposito dan diatur sedemikian rupa sehingga setiap saat ada yang bisa dicairkan untuk membayar klaim. Karena komposisi terbesarnya deposito, maka hasil investasi asuransi-pun rata-rata hanya sedikit diatas deposito. Artinya investasi dana asuransi saat ini hanya berada di kisaran hasil 9 % per tahun.

Bandingkan dengan kinerja Dinar dalam grafik diatas; setelah dipotong biaya jual beli 4 %-pun hasil Dinar masih jauh dari invesatsi rata-rata perusahaan asuransi. Lebih jauh lagi perbedaannya apabila investasi yang digunakan adalah investasi jangka panjang dua tahun misalnya; ketika investasi konvensional mereka hanya mendapatkan hasil belasan persen saja, Dinar bisa memberikan hasil sampai 45%.

Memang perlu dicatat bahwa untuk jangka pendek investasi ini bisa merugi; contoh enam bulan terakhir harga Dinar sedang turun sampai 9 % lebih. Namun peluang kerugian ini bisa diminimisasi atau bahkan di eliminir dengan membeli Dinar secara bertahap. Dengan pembelian bertahap, maka akan ada average harga yang baik dan menghilangkan unsur spekulatif dalam investasi Dinar emas ini.

Dalam aspek likwiditas, Dinar emas juga tidak perlu diragukan lagi karena bisa dicairkan kembali kedalam bentuk Rupiah kapan saja.

Kalau Dinar emas bisa menjadi instrumen investasi baru di Industri asuransi, maka Dinar emas juga dapat menjadi instrumen investasi di industri apa-pun.

Kini waktunya para pengelola dana untuk melihat dan mengkaji secara objektif potensi investasi ini; toh di luar negeri korporasi-korporasi besar juga telah menggunakan emas sebagai salah satu instrumen investasinya – mengapa kta masih men-tabu-kannya ?.

Yang penting sekali dicatat adalah investasi emas bukan untuk ditimbun – karena ini sangat dilarang dalam Islam; Investasi emas juga harus dalam bentuk yang terus berputar untuk menggerakkan sektor investasi riil lainnya. Kami siap memberikan solusi masalah ini bila ada korporasi yang menghendakinya.

Kelak solusi korporasi ini insyaallah akan menjadi business unit khusus yang kita sebut Dinar House, saat ini kami masih mencari mitra yang tepat untuk pengembangan business unit yang satu ini karena akan membutuhkan modal dan SDM yang benar-benar memadai untuk ini. Insyaallah.

Ketika Rupiah Lebih Perkasa Ketimbang US Dollar…

Ketika Rupiah Lebih Perkasa Ketimbang US Dollar… PDF Print E-mail
Written by Muhaimin Iqbal
Tuesday, 06 October 2009 08:03
US$ vs Rupiah

Setahun terakhir nasib Dollar Amerika benar-benar runyam; bahkan uang Rupiah kita yang sering jadi ledekan teman-teman di luar karena banyaknya nol – pun lebih perkasa ketimbang US$ dalam dua belas bulan ini.

Dari mana kita bisa mengukur keperkasaan uang ini secara akurat ?; dengan apalagi kalau tidak dengan emas yang sering saya sebut sebagai uang yang adil sepanjang zaman dengan tingkat inflasi rata-rata nol % sepanjang 1400 tahun lebih.

Akhir Oktober tahun lalu (2008) harga emas internasional sesuai data Kitco adalah US$ 730.75/ Oz; pada saat analisa ini saya buat (awal Oktober 2009) harga emas internasional berada pada kisaran US$ 1005/ oz. Artinya pada setahun terakhir ini harga emas dalam US$ mengalami kenaikan sampai 37.5%; atau US$ mengalami penurunan 27% dibandingkan alat ukur baku yaitu emas. Kok berbeda antara angka kenaikan (appresiasi) ini dengan angka penurunan (depresiasi ) ?, ya iyalah…karena dari angka 10 ke 11 menunjukkan kenaikan 10%.. tetapi dari 11 ke 10 akan menunjukkan penurunan 9

%.

Bandingkan dengan Rupiah pada periode yang sama; harga emas hanya naik 20.5% sejak akhir oktober tahun 2008 sampai analisa ini dibuat. Atau Rupiah hanya mengalami penurunan nilai sebesar 17%.

Situasi Rupiah bergerak secara lebih perkasa untuk periode yang relatif panjang (1 tahun ) ini adalah situasi yang tidak biasa. Karena pada umumnya uang dari Negara yang lebih besar (ukuran ekonomi-nya) akan cenderung lebih stabil; selain lebih sulit dipermainkan nilainya oleh spekulan ketimbang uang dari negara yang lebih kecil, juga cadangan mereka tentu jauh lebih besar sehingga seharusnya mampu meredam gejolak mata uang di pasar.

Meskipun Rupiah jauh lebih perkasa dibandingkan US$ setahun terakhir tersebut; saya tetap tidak menganjurkan uang Rupiah Anda idle terlalu lama. Mengapa ?

Pertama US$ bisa kembali ke jalur ‘normal’-nya kapan saja, kalau ini terjadi US$ menguat – Rupiah akan kembali ‘kelihatan’ lemah.

Kedua, se perkasa-perkasanya Rupiah – terhadap ukuran yang baku emas, Rupiah masih mengalami penurunan nilai 17% setahun terakhir. Padahal kalau uang Anda depositokan saja, bagi hasil bersih terbaiknya kurang lebih hanya di kisaran 8 % sekarang; kalah dengan penyusutan nilainya bukan ?.

Lantas ‘diapakan’ uang Anda sebaiknya ?; investasi sektor riil tetap pilihan yang paling baik bila Anda bisa mengelolanya dengan baik – inilah mengapa fokus program Gerakan Dinar juga diarahkan untuk menggerakkan sektor riil ini kedepannya.

Bila investasi sector riil yang dijalankan dengan baik ini belum bisa dilaksanakan, mempertahankan uang Anda dalam bentuk Dinar adalah pilihannya karena nilai daya belinya yang bertahan sepanjang zaman – tidak mengalami penurunan seperti yang di alami oleh US$ dan Rupiah tersebut diatas. Wa Allahu A’lam

Selasa, 06 Oktober 2009

Cetak Rekor Tertinggi, Harga Emas Kian Kinclong

Cetak Rekor Tertinggi, Harga Emas Kian Kinclong
Nurul Qomariyah - detikFinance


Foto: Reuters

New York - Harga emas internasional kembali mencetak rekor tertingginya, setelah negara-negara Arab dikabarkan mendepak dolar dan menggantinya dengan kumpulan mata uang dan emas untuk membayar transaksi minyaknya.

Harga emas di New York Mercantile Exchange melesat hingga US$ 1.045 per ounce pada perdagangan Selasa (6/10/2009).

Beberapa jam sebelumnya, harga emas di London Bullion Market, harga emas juga menembus US$ 1.043,78 per ounce, melebihi level tertinggi yang pernah dicapai pada Maret 2008 di harga US$ 1,032,70 per ounce.

Selain oleh kabar dari negara-negara Arab, harga emas juga melonjak oleh terus merosotnya dolar AS. Analis dari Barclays Capital, Suki Cooper mengatakan, pelemahan dolar sepertinya terhubung dengan laporan the Independent soal adanya pertemuan rahasia negara-negara Arab untuk mengalihkan penggunaan dolar.

Dalam pertemuannya tersebut, negara-negara Arab dikabarkan akan menggunakan 'basket of currencies' yang berisikan yen, euro, dolar AS, emas dan mata uang lainnya untuk bertransaksi minyak.

"Ini telah menambah kekhawatiran tentang peranan dolar AS di masa depan di pasar finansial internasional," ujar Cooper seperti dikutip dari AFP.

Harga emas juga mendapatkan dukungan dari kecenderungan peningkatan inflasi. Emas dinilai investor sebagai tempat investasi yang paling aman untuk menghadang inflasi.

"Dalam lingkungan dimana suku bunga secara nyata adalah nol, maka biaya untuk berpindah ke emas adalah nihil. Ini menjadi alasan bagi investor bahwa emas lebih diinginkan," ujar Jack Ablin, analis dari Harris Private Bank seperti dikutip dari Reuters.

Rabu, 30 September 2009

Emas Kembali Menjadi Uang Dunia?

Emas Kembali Menjadi Uang Dunia?
Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara
Emas dan perak adalah material universal.

Artinya dari mana pun asalnya kedua benda mulia ini memiliki kualitas yang sama, sepanjang kemurniannya sama.Tidak ada fakta bahwa emas Indonesia lebih bermutu dibanding emas Amerika Serikat, atau perak Cikotok lebih baik dibanding perak dari Papua. Secara historis, dan dalam pengalaman nyata kehidupan umat manusia dalam kurun ribuan tahun, emas dan perak juga memiliki nilai tukar yang universal.

Dalam konteks itulah kita dapat memahami kembali pernyataan Imam Ghazali bahwa emas dan perak adalah hakim muamalat yang paling adil. Emas dan perak tidak dapat dimanipulasi. Nilai tukarnya bukan saja universal tetapi juga tak pernah berubah. Secara alamiah emas dan perak tidak mengandung inflasi. Fluktuasi nilai tukarnya, kalau terjadi, hanya bersifat sementara dan sepenuhnya akibat dari berlakunya hukum pasokan-permintaan, dan selalu dalam kaitannya dengan komoditas lain. Peningkatan harga emas dan perak yang kita lihat saat ini adalah akibat kaca mata kita yang terbalik, memandangnya dari penurunan nilai mata uang kertas.

Dalam sistem uang kertas, yang memungkinkan penggelembungan terus menerus, untuk memenuhi nafsu manusia -dalam syariat kita sebut riba- krisis finansial dan moneter adalah keniscayaan. Dalam sistem mata uang bimetalik (emas dan perak) krisis semu semacam ini tidak pernah kita kenal. Karenanya secara naluriah setiap kali menghadapi krisis kesadaran manusia akan kembali kepada sang hakim adil di atas, yaitu emas dan perak.

Kaum muslim sungguh beruntung, sebagaimana Ibnu Khaldun menyatakannya, bahwa Allah Subhanahu wa tala menciptakan emas dan perak ini dan mengajarkan kepada kita, melalui Rasul salallahu alaihi wassalam, sebagai alat tukar yang sah. Dinar dan Dirham telah dibakukan dan ditetapkan dalam syariat Islam sebagai alat tukar, alat bayar denda, alat menghitung dan membayar zakat mal, sebagai timbangan atas nilai, meskipun sempat hampir seabad lamanya kita lupakan dan abaikan.

Sampai saat ini telah sekitar satu dasawarsa Dinar emas dan Dirham perak kembali beredar, juga di Indonesia. Setiap hari jumlah koin dan pemakainya bertambah. Persebarannya juga semakin luas. Maka, dengan kehendak Allah Subhanahu wa tala, kembalinya sang hakim adil ini menjadi alat tukar universal, menjadi mata uang dunia, hanyalah soal waktu. Dulu pernah terjadi, dan kelak juga akan terjadi kembali.

Lihatlah pertanda lainnya, di luar telah kembali beredarnya Dinar emas, yang dipikirkan kalangan nonmuslim. Dalam merespon krisis dunia saat ini Russia dan Cina telah mengusulkan adanya 'supranational currency'. Dan dalam konteks ini tersebutlah seorang mantan wartawan bernama Alessandro Sassoli, yang mengusulkan agar uang dunia ini terbuat dari emas. Presiden Russia, Dmitry Medvedev, dalam pertemuan G-8, pertengahan Juli 09 lalu, memperlihatkan koin emas yang belum diberi nama tersebut, dan Medvedev telah mengatakan bahwa 'boleh jadi kita akan segera memiliki uang serupa ini.'

Dalam prototipe koin emas yang diusulkan Sassoli lewat Medvedev ini tertulis satuan '1', dan bukan angka nominal seperti uang kertas, dengan kata-kata 'unity in diversity' di satu sisi dan 'united future world currency' di sisi lain, dengan ornamen selembar daun bersisi lima. Koin ini dicetak oleh Royal Belgian Mint. Perancangnya dua orang, yaitu Luc Luycx, perancang sisi umum koin euro, dan Laura Cretara, mantan pekerja di Italian State Mint. Koin emas ini berdiameter 29 mm dengan berat 15.55 gram, emas murni (24 Karat).

Adakah kemiripan dengan Dinar emas? Tentu saja. Koin emas Sassoli ini dinilai berdasarkan timbangannya, nilai intrinsiknya, dan bukan nilai nominalnya. Dilihat dari standarnyapun sangat compatible dengan Dinar. Berat koin ini adalah 15.55 gram, atau 0.5 troy ounce, dengan kadar 24 Karat. Ini senilai dengan 4 koin Dinar (17 gram), dalam kadaar yang sekarang, emas 22 Karat. Dengan kata lain 1 Dinar sama dengan 1/4 'Koin Sassoli'. Dengan demikian keduanya akan dapat dipertukarkan secara paralel. Hukum pertukaran (dalam hal ini emas dengan emas) mensyaratkan kesetaraan dalam jumlah dan kadar, dan secara kontan.

Jelaslah, bila koin Sassoli ini benar-benar direalisasikan dan diterima secara internasional, misalnya benar Medvedev menindaklanjutinya secara resmi, secara otomatis itu berarti penerimaan secara universal Dinar emas. Tetapi sebaliknya, kalaupun ide Sassoli di atas tidak menjadi kenyataan, umat Islam telah berada di depan. Dan kita, atas bimbingan Shaykh Abdalqadir as-Sufi dan murid utamanya, Umar Ibrahim Vadillo, sejak satu dasawarsa lalu, telah mulai mewujudkannya.

Selasa, 29 September 2009

Mungkinkah Penerapan Dinar Emas dalam Perekonomian

Mungkinkah Penerapan Dinar Emas dalam Perekonomian


/centiatumundo

Jakarta - Sejak keruntuhan sistem emas (Bretton Wood) tahun 1971 praktis sistem moneter internasional bertumpu pada mata uang Dolar AS. Sejak itu dolar menjadi primadona pada hampir semua negara di dunia sebab semua mata uang dunia mayoritas ditambatkan dengan Dolar. Alasan penetapan dolar sebagai pengganti emas adalah karena Amerika saat itu merupakan negara dengan kekuatan ekonomi yang besar dengan ditunjukkan posisi GDP mencapai 20% GDP dunia dan juga dolar dianggap mata uang yang relatif stabil dibanding mata uang lainnya

Konsekuensinya mayoritas negara di dunia menyimpan cadangan devisanya dalam bentuk dolar. Termasuk juga semua transaksi internasional seperti ekspor impor, perdagangan minyak, dan jasa keuangan menggunakan Dolar AS sebagai alat transaksi. Sehingga, secara tidak langsung ada keterkaitan yang cukup tinggi dari semua negara tersebut terhadap stabilitas dolar.

Munculnya kekhawatiran itu karena instabilitas dolar akan mendorong instabilitas mata uang di seluruh dunia dan juga ekspor inflasi ke seluruh dunia serta beban ekonomi yang terjadi di AS akan dibayar oleh miliaran penduduk dunia. Adilkah.

Menyikapi ketidakadilan tersebut banyak pengamat mencoba untuk mencari sistem moneter global yang relatif dapat dijadikan pengukur nilai dan penyimpan nilai yang stabil. Meera (2002) dalam bukunya "The Theft of Nation" menyebutkan setidaknya ada lima kriteria yang patut dimiliki agar suatu komoditas dapat secara efektif berfungsi sebagai uang, yaitu (1) terstandarisasi, artinya nilainya dapat diketahui dengan mudah, (2) diterima secara umum, (3) mudah dipecah nilainya, (4) mudah dibawa, dan (5) nilainya tidak mudah tergerus dengan cepat. Apakah emas layak dijadikan uang.

Sebenarnya emas telah memainkan peran yang penting dalam peradapan dunia. Bahkan, sejak zaman Nabi Muhammad SAW masyarakat Arab menerima koin emas (dinar) yang dikeluarkan oleh Kekaisaran Bizantium Romawi. Namun, penerbitan Islamic dinar sendiri baru dilakukan 50 tahun setelah wafatnya Nabi. Tepatnya 75 Hijrah (696 M) yaitu pada saat Khalifah Abd al-Malik ibn Marwan. Dengan demikian 'Dinar Emas' bukan hal yang baru. Tetapi, karena peranan fiat money yang sangat kuat maka 'Dinar Emas' seakan tenggelam.

Maka dari itu 'Dinar Emas' sangat memungkinkan untuk direalisasikan sebagai mata uang pengganti Dolar AS atau Euro yang merupakan hard currency (fiat money) dengan menganalisis dan membandingkan kelebihan 'Dinar Emas' dan kelemahan fiat money.

Secara historis fiat money adalah uang kertas dan koin yang dicetak oleh bank sentral tanpa dijamin oleh apa pun (creating out without nothing). Setiap fiat money yang dicetak oleh Bank sentral sebenarnya merupakan beban (utang) bagi perekonomian. Transmisi penciptaan utang ini melalui intrumen moneter yang dinamakan Reserve Requirement Policy.

Intrumen ini secara tidak langsung bank sentral memaksa perbankan untuk mengendarkan dana melebihi kapasitas perekonomian. Padahal kemampuan perekonomian terbatas dalam menghasilkan barang dan jasa. Lebih parah lagi pencetakan uang ini juga dapat dilakukan oleh perbankan melalui pemberian jasa kredit. Sehingga, secara otomatis perekonomian yang telah mencapai full employment capacity tidak dapat menyerap kelebihan likuiditas tersebut.

Secara otomatis inflasi dan gelembung aset (bubble asset) terjadi. Fenomena inflasi ini tentunya membuat kepanikan dan kegagalan sistem perekonomian. Sehingga, wajar bila pengangguran dan pemutusan hubungan kerja menjadi pilihan sebagai dampat ikutan atas ketidakmampuan perekonomian menyerap kejutan (shock).

Gejolak nilai tukar pun tak dapat dihindari ketika inflasi terjadi yaitu berupa depresiasi nilai tukar domestik dan terjadi pengurasan cadangan devisa seperti yang terjadi di Indonesia tahun 97/98. Seketika juga beban utang dalam denominasi asing meningkat pesat yang pada gilirannya banyak perusahaan menjadi bangkrut (default).

Pemerintah dalam hal Bank Indonesia sebagai stabilisator dan the lender of the last resort tentunya berusaha mengembalikan stabilitas tersebut dengan mengorbankan anggaran-anggaran yang sedianya untuk pelayanan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Tentunya masih dalam ingatan kita bahwa saat krisis 97/98 pemerintah telah menghabiskan dana sebesar 12% GDP (IMF, 2000).

Secara tidak langsung inflasi yang dimotori oleh fiat money telah memakan biaya yang tidak sedikit dan merampok (theft) kekayaan dan kesejahteraan suatu negara. Selama ini apakah kita tidak menyadari bila Bank Indonesia hanya sibuk dan sibuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tanpa pernah memikirkan biaya yang dikeluarkan akibat instabilitas tersebut serta akhirnya mengabaikan untuk membangun suatu sistem yang mampu menjaga dan mengarahkan stabilitas nilai tukar secara permanen.

Namun demikian kita juga masih bersyukur karena dari sekian banyak negara korban krisis ekonomi hanya Malaysia yang mencoba membangun sistem moneter yang berkeadilan. Hal ini dituangkan dengan pernyataan Perdana Menteri Dato DR Mahathir Bin Mohammad yang menyadari akan kebobrokan sistem fiat money sehingga perlu dipikirkan padanannya yaitu sistem 'Dinar Emas'.

Dalam pidatonya dia dengan tegas mengatakan bahwa selama ini negara-negara di dunia telah ditipu dengan penggunaan fiat money karena hanya menguntungkan negara-negara maju. Khususnya AS. Sudah saatnya dunia memikirkan sistem mata uang yang memiliki nilai intrinsik sehingga peredaran dan nilainya dapat dikontrol.

Pendapat senada juga pernah disampaikan oleh Umar Ibrahim Vadillo seorang Ilmuwan Islam dari Spanyol pada kuliah di International Islamic University Malaysia (IIUM). Sesungguhnya setiap dolar yang dicetak oleh The Fed adalah inflasi yang harus dibayar oleh seluruh penduduk dunia. Setiap utang yang dilakukan oleh Amerika Serikat adalah beban hutang bagi semua negara-negara di dunia. Penyebabnya hanya karena Dolar AS tidak bernilai apa pun selain karena nominalnya sendiri.

Sebaliknya emas dipercaya dapat meminimalkan risiko moneter dibandingkan pada fiat money. Hal ini karena emas memiliki karakteristik yang memenuhi persyaratan ideal sebagai uang, yaitu:
(1) Emas memiliki nilai intrinsik yang nilainya tidak diragukan. Berdasarkan hukum Islam, satu dinar setara dengan 4,22 gram (0,135 ons) emas murni atau 1 spesial drawing right (SDR). Sehingga, wajar bila semua negara sangat menginginkan untuk menimbun emas sebanyak mungkin,
(2) Keberadaanya langka (rare) sehingga ia tidak mudah untuk diperoleh,
(3) Bersifat padat, artinya padat secara struktur dan bernilai besar sehingga untuk membeli barang bernilai besar cukup mengambil sedikit bagian dari emas,
(4) Penyimpan nilai yang aman,
(5) Tidak mudah rusak bahkan tahan lama walaupun telah ditransaksikan berulang kali,
(6) Emas tidak dapat diciptakan dan dirusak. Artinya emas tidak dapat dicetak dan berkurang nilainya sekehendak manusia sebab ia memerlukan proses dan bernilai intrinsik. Dengan demikian perekonomian secara otomatis akan terjaga dari percetakan uang tanpa dasar atau jaminan barang yang jelas,
(7) Terakhir karena kestabilannya. Hal ini berdasar riwayat oleh Imam Bukhari bahwa suatu ketika Rasulullah menyuruh Urwah membeli kambing seharga 1 dinar. Dengannya Urwah mendapat 2 kambing dan bila diasumsikan kambing berukuran sedang harganya setengah dinar maka tidak akan jauh berbeda bila dibandingkan sekarang. Karena, 1 dinar saat ini telah mencapai Rp 1.3 juta. Artinya, setelah lebih dari 14 abad daya beli dinar tetap. Lalu bagaimana implementasi dinar dalam perekonomian.

Implementasi gold dinar dapat dilakukan dalam 2 hal yaitu transaksi perdagangan internasional dan transaksi domestik. Dalam hal transaksi perdagangan internasional diwujudkan dengan proses ekspor dan impor dua negara atau lebih yang telah sepakat untuk bertransksi dengan intrumen emas (Bilateral Payment Arrangement).

Dengan metode ini risiko kurs akan sangat minimal dan juga tidak ada unsur spekulasi (gharar) dan menghindari moral hazard traders dengan memanfaatkan keuantungan ganda akibat selisih nilai tukar (kurs). Dalam hal transaksi domestik misalnya dengan sistem pembayaran elektronik (electronic payment system) seperti sistem pada kartu debit.

Kedua transaksi di atas memang mensyaratkan tersedianya emas pada akun kustodian. Kustodian berperan sebagai lembaga perantara dalam pertukaran aset emas dan merupakan institusi atau lembaga yang tidak berdasar sistem bunga (riba) dan tidak berdasar sistem fiat money dalam transaksi ekonominya. Misalnya Islamic Development Bank (IDB) atau Bank of England.

Namun demikian harus diakui bahwa 'Dinar Emas' juga memiliki kelemahan-kelemahan. Seperti harganya yang juga berfluktuasi dan biaya produksinya cukup tinggi. Namun, setidaknya dunia dan umat manusia masih punya pilihan dan harapan akan adanya sistem moneter internasional yang dapat memberikan keadilan yaitu berupa stabilitas nilai serta memberikan suatu pemahaman bahwa system fiat money yang saat ini diterapkan mengakibatkan efek serius pada perekonomian global. Dengan demikian 'Dinar Emas' sangatlah mungkin diterapkan dan penerapannya menunggu komitmen dan perjuangan kita bersama.

Dimas Bagus Wiranata Kusuma
dimas_economist@yahoo.com
+60-169026445

Penulis adalah Kandidat Master International Islamic University Malaysia (IIUM), Direktur Humas Islamic Economic Studies for Indonesia Development (ISEFID) Kuala Lumpur.

Gold Price Forecast

Gold Price Forecast

London Fix. US Dollars per troy ounce.
Month Date Forecast
Value
50%
Correct +/-
80%
Correct +/-
0 Aug 2009 949.4 0 0
1 Sep 2009 1,005 55 123
2 Oct 2009 977 68 152
3 Nov 2009 970 76 171
4 Dec 2009 977 83 187
5 Jan 2010 978 89 200
6 Feb 2010 996 94 211
7 Mar 2010 1,020 99 221
8 Apr 2010 1,058 103 230
Updated Wednesday, September 23, 2009

All forecasts are provided AS IS, and FFC disclaims any and all warranties, whether express or implied, including (without limitation) any implied warranties of merchantability or fitness for a particular purpose.


Click Here to get the rest of the story with the Long Range forecasts

Gold Prices

Past Trend Present Value & Future Projection
London Fix. US Dollars per troy ounce.
Gold Prices
Other Links of Interest:
A long range forecast for this or similar economic series is available by subscription
Click here for more information or to subscribe now

Current Economic Indicators

September 29, 2009 (Close of Day)

Indicator

Value

Inflation % -1.44
GDP Growth % -1.02
Unemployment % 9.70
Gold $/oz 989.50
Oil $/bbl 66.71
Prime % 3.25

Refer This Page To a Friend

FFC's 100% No Spam Guarantee

Kamis, 20 Agustus 2009

Apa Arti Peredaran Uang Rp 2000?

Apa Arti Peredaran Uang Rp 2000?
Sufyan al Jawi - Numismatik Indonesia
http://wakalanusantara.com/
Bank Indonesia meluncurkan uang baru.

Uang Kertas 2000 rupiahDewasa ini, bila anda berkendaraan melalui jalan tol, anda akan jarang menerima uang kembalian berupa lembaran Rp 1.000,-. Kasir pintu tol justru mengembalikan sisa tol dengan koin Rp 500,- aluminium. Memang sejak Maret 2007, Bank Indonesia berencana menerbitkan uang kertas (UK) baru, pecahan Rp 2000,- dan Rp 20.000,- lalu menarik uang kertas Rp 1000,- bergambar Pattimura untuk digantikan dengan koin baru Rp 1.000,- yang bahan metalnya lebih murah dari koin Rp 1.000,- seri Kelapa Sawit (1993 - 2000). Lalu apa arti perubahan ini?

Ya, tentu saja, dengan terbitnya pecahan Rp 2000, berarti pemangkasan harta atau aset kita dalam mata uang rupiah, menjadi separuh dari daya belinya semula, yang disebut inflasi rupiah! Anda yang tadinya cukup nyaman dengan penghasilan, katakanlah Rp 2 juta/bulan, kini dengan adanya pemangkasan tadi, anda harus menambah penghasilan dua kali lipatnya! Artinya selepas Idul Fitri 1430 H nanti, penghasilan anda harus naik menjadi Rp 4 juta atau sekurangnya Rp 3 juta / bulan bila ingin tetap nyaman seperti hari ini (Juli 2009).

Lalu bagaimana dengan rakyat kebanyakan yang penghasilannya kurang dari Rp 1 juta sebulan ? Ya, semakin blangsak

Berdasarkan sejarah, ketika era Soeharto dulu, uang kertas tertinggi sejak tahun 1968-1991 adalah Rp 10.000,-. Lalu dengan alasan defisit APBN, diedarkanlah uang lembaran Rp 20.000,- seri Cengkeh/Cenderawasih, tahun 1992. Karena nominal "aneh" ini sukses beredar, maka tak lama kemudian muncul nominal lebih tinggi lagi yaitu Rp 50.000,- bergambar Pak Harto (1993). Dan tidaklah mustahil, bila uang kertas Rp 2.000,- baru ini sukses beredar, maka Bank Indonesia akan menerbitkan uang kertas dengan nominal baru lainnya, misalnya: Rp 200.000,-; Rp 500.000,-, bahkan Rp 1 juta!

Sebab hal itu memang lazim dilakukan oleh Bank Sentral di negara berkembang. Karena ciri khas mata uang negara maju, nominal angkanya hanya tiga digit saja, seperti USA $100, Arab Saudi 200 riyal, Eropa 500 euro, Inggris 100 poundsterling; kecuali Jepang dan Korea Selatan dengan 10.000 yen dan 10.000 won, sebagai sisa sebuah trauma ekonomi pasca Perang Dunia II.

Dengan ditariknya pecahan Rp 1.000,- maka otomatis uang receh terkecil adalah Rp 500,-. Sedangkan koin pecahan Rp 100,- dan Rp 200,- akan lenyap dengan sendirinya, rusak atau dicuekin. Hal ini lazim terjadi pasca terbitnya uang baru, ketika pecahan Rp 1,- dan Rp 2,- lenyap pada tahun 1975, sepuluh tahun kemudian Rp 5,- dan Rp 10,- lenyap di tahun 1985, lalu Rp 25,- dan Rp 50,- lenyap di tahun 1995. Kini pada 2009 ini pecahan Rp 100,- dan Rp 200,- sudah kehilangan daya belinya. Rakyat dieksploitasi untuk memacu kegiatan ekonominya, dan dipaksa merelakan hilangnya sebagian jerih payah mereka.

Perhatikan akibatnya. Bila tadinya sebutir telur ayam negeri seharga Rp 10,-/butir di tahun 1975, lalu naik menjadi Rp 100,-/butir di tahun 1985, maka pemegang uang rupiah telah kehilangan asetnya 1 digit dari Rp 10,- ke Rp 100,-. Artinya si pemegang uang kertas harus mencari sepuluh kali lipat lebih banyak lagi lembaran rupiah agar bisa membeli telur yang sama. Bisa jadi suatu hari nanti harga sebutir telur ayam negeri harus dibayar dengan lembaran Rp 10.000,-/butir, tinggal menunggu waktu saja.

Untuk mengakali inflasi ini, Bank Indonesia cukup menambah angka nol pada uang kertas baru. Inilah riba Zero Sum Game! Sampai kapan permainan riba ini akan berakhir? Rakyat yang kalah gesit dalam mengimbangi permainan ini pasti semakin terpuruk kondisinya.

Selasa, 11 Agustus 2009

Proteksi Anda Terhadap Inflasi…

Proteksi Anda Terhadap Inflasi… PDF Print E-mail
Written by Muhaimin Iqbal
www.geraidinar.com
Inflasi - RI

Pemerintah sudah mengumumkan akan menaikkan gaji pegawai negeri dan pensiunan sebesar rata-rata 5% dalam waktu dekat. Tentu hal ini akan menggembirakan mereka yang saat ini berstatus sebagai pegawai negeri maupun pensiunan.

Masalahnya adalah apakah hal ini akan meningkatkan kemakmuran mereka dan masyarakat pada umumnya ? sayangnya jawabannya adalah belum tentu. Daya beli mereka dan masyarakat umumnya hanya akan meningkat bila kenaikan pendapatan ini lebih tinggi dari kenaikan angka inflasi.

Karena angka inflasi tahunan rata-rata sejak 2001 – 2008 lalu di Indonesia mencapai 8.98%, maka kenaikan pendapatan yang bisa meningkatkan daya beli harusnya melebihi angka inflasi ini. Atau kalau kenaikan demikian tidak dimungkinkan, maka pengendalian inflasi harus menjadi focus pemerintah. Untuk jangka pendek tahun ini kemungkinan besar pemerintah akan mampu menekan inflasi seperti yang ditunjukkan pada angka inflasi yang hanya 0.66% per Juli lalu; namun perlu program jangka panjang untuk mempertahankannya pada angka yang rendah agar kemakmuran terjaga.

Sayangnya di dunia yang menganut rezim uang kertas, saya belum ketemu suatu negara yang berhasil mempertahankan inflasinya. Saudi Arabia-pun yang menjadi legenda cetita sejak bapak-ibu kita pergi haji bisa membeli makanan – minuman seharga 1 Riyal, kalau Anda pergi haji atau umrah sekarang akan semakin sulit memperoleh makanan-minuman seharga 1 Riyal . Pasalnya sejak tahun lalu, inflasi juga menjadi momok negeri itu. Bulan Juli tahun lalu bahkan inflasi negeri itu sempat menyentuh angka 11.1%.

Inflasi -US

Di negeri yang katanya adi kuasa – Amerika Serikat sekalipun, inflasi terbukti tidak terkendali sejak negeri itu mempelopori uang yang tidak lagi dikaitkan dengan cadangan emas bulan Agustus tahun 1971. Inflasi tahunan Amerika Serikat sejak tahun 1971 sampai sekarang mencapai angka rata-rata 4.37%; artinya kalau Anda punya deposito US$ yang hasilnya kurang dari angka tersebut, pasti uang Anda dalam US$-pun menyusut daya belinya dari waktu ke waktu.

Karena masyarakat tidak bisa mengandalkan pemerintah manapun di-dunia untuk melindungi simpanannya dari bahaya laten inflasi, maka masyarakat sendiri yang harus memproteksi kemakmurannya dari ancaman inflasi ini. Dengan apa masyarakat bisa melakukan ini ?; dengan bekerja giat sehingga pertumbuhan penghasilannya melebihi angka inflasi, dengan usaha yang hasil bersihnya melebih inflasi atau dengan Emas/Dinar yang appresiasi nilainya lebih tinggi dari inflasi.

Untuk kasus kita yang di Indonesia dengan inflasi 2001 -2008 pada angka rata-rata 8.98% misalnya; apresiasi harga emas dalam Rupiah tahunan rata-rata untuk periode yang sama mencapai 19.59%. Di Amerika serikat selama 38 tahun sejak 1971 dengan rata-rata inflasi tahunan 4.37% ; kenaikan harga emas dalam US$ rata-rata tahunan untuk periode yang sama mencapai 11.33%.

Jadi dimanapun Anda berada, apakah di Indonesia, Arab Saudi , Amerika Serikat atau negara-negara lain; pemerintah dimana Anda berada tidak bisa melindungi hasil jerih payah Anda dari ancaman inflasi; tetapi Anda sendiri dapat melakukannya kalau mau. Insyaallah.

Senin, 10 Agustus 2009

Gold Price Forecast

Gold Price Forecast

http://www.forecasts.org/
London Fix. US Dollars per troy ounce.
Month Date Forecast
Value
50%
Correct +/-
80%
Correct +/-
0 Jun 2009 945.7 0 0
1 Jul 2009 924 55 123
2 Aug 2009 908 68 152
3 Sep 2009 895 76 171
4 Oct 2009 885 83 187
5 Nov 2009 891 89 200
6 Dec 2009 909 94 211
7 Jan 2010 921 99 221
8 Feb 2010 934 103 230
Updated Tuesday, July 14, 2009

All forecasts are provided AS IS, and FFC disclaims any and all warranties, whether express or implied, including (without limitation) any implied warranties of merchantability or fitness for a particular purpose.


Click Here to get the rest of the story with the Long Range forecasts

Gold Prices

Past Trend Present Value & Future Projection
London Fix. US Dollars per troy ounce.
Gold Prices
Other Links of Interest:
A long range forecast for this or similar economic series is available by subscription
Click here for more information or to subscribe now

Current Economic Indicators

August 10, 2009 (Close of Day)

Indicator

Value

Inflation % -1.19
GDP Growth % -1.03
Unemployment % 9.40
Gold $/oz 945.00
Oil $/bbl 70.60
Prime % 3.25

Refer This Page To a Friend

FFC's 100% No Spam Guarantee

Mana Yang Lebih Bisa Dipercaya : Data Inflasi Atau Data Harga Emas…?

Mana Yang Lebih Bisa Dipercaya : Data Inflasi Atau Data Harga Emas…? PDF Print E-mail
Written by Muhaimin Iqbal
www.geraidinar.com
Inflation vs. Gold Price

John Williams adalah seorang kakek dari lima cucu yang tinggal di Oakland, California. Kakek ini memiliki profesi yang aneh bagi sebagian orang – namun sangat diperlukan bagi sebagian yang lain. Dagangan si kakek adalah hal yang tidak biasa yaitu statistik – diluar statistik resmi yang di release oleh pemerintah. John Williams memang bukan sembarang kakek, dulunya ia adalah praktisi bisnis dan juga consultant di perusahaan-perusahaan raksasa dunia.

Anda bisa kunjungi situsnya di Shadow Government Statistic, bahkan kalau ingin lebih detil memperoleh data statistik si kakek – Anda dapat berlangganan dengan biaya US$ 175 / tahun – maka Anda sudah memiliki akses ke sumber statistik lain diluar statistik resmi pemerintah Amerika Serikat – sepanjang tahun.

Apakah data yang dikeluarkan oleh kakek Williams ini lebih akurat dibandingkan data resmi pemerintah ?, nampaknya sebagian orang berpendapat demikian – makanya kakek yang satu ini menjadi sangat terkenal sepanjang krisis satu setengah tahun terakhir. Para statistician pemerintah-pun pada kebakaran jenggot karena media masa nampaknya cenderung mempercayai teori konspirasi dalam bidang statistik yang dilontarkan kakek Williams. Teorinya demikian :

Awalnya para surveyor mengumpulkan data secara nasional, kemudian data ini diolah oleh para statistician – sampai disini masih ok. Namun sebelum di release untuk umum, para politisi menginginkan data yang keluar menunjukkan suatu kemajuan (yang sangat penting untuk citra mereka di masyarakat) , maka kalau-pun mereka tidak bisa mengubah fakta, maka target-nya mereka dapat ‘mengelola’ fakta . Inilah yang membuat seorang John Williams tidak pernah bisa percaya statistik resmi pemerintah.

Ketika data resmi pengangguran pemerintah saat ini masih berada dibawah 9 %; datanya John Williams menunjukkan angka ini sudah berada diatas 20%. Data inflasi resmi pemerintah yang saat ini berada pada angka – 1.43%, menurut John Williams data ini berada pada angka diatas 6%.

Sayangnya untuk kita di Indonesia, kita tidak memiliki orang seperti John Williams yang bisa menyajikan statistik alternatif diluar yang resmi keluaran pemerintah. Namun sebenarnya ada tolok ukur yang baku, yang bisa menimbang harga-harga secara adil dan akurat sepanjang masa di seluruh dunia – yaitu harga emas atau Dinar.

Teorinya sederhana saja yaitu kembali ke harga kambing yang stabil di kisaran 1 Dinar sepanjang masa (setidaknya sejak lebih dari 1400 tahun lalu); harga kambing bisa berfluktuasi (karena supply & demand) tetapi akan tetap dikisaran 1 Dinar. Bila harga kambing berfluktuasi di kisaran harga 1 Dinar sepanjang masa, maka demikian pula kurang lebih harga-harga kebutuhan pokok manusia yang bersifat renewable dan tidak mengalami kelangkaan (scarcity) . Ketika teori harga kambing dalam Dinar ini kita terapkan di angka inflasi Amerika misalnya, hasilnya lebih mendekati hitungan John Williams ketimbang statistik resmi pemerintah.

Untuk saat ini data inflasi pemerintah AS yang menunjukkan angka -1.43% diatas; dan datanya John William 6% ; data versi harga kambing/Dinar adalah 5.46% !. Jika koreksi angka inflasi ini kita terapkan dalam jangka panjang, maka akan semakin jelas versi harga kambing/Dinar-lah yang lebih akurat mencerminkan tingkat harga ini.

Seandainya Anda membeli barang X di Amerika tahun 71 seharga $ 100 , berdasarkan data resmi inflasi negeri itu saat ini (Agustus, 2009) harganya ‘hanya’ pada kisaran $ 520. Padahal kenyataanya tidak akan demikian, Anda baru dapat membeli barang yang sama di kisaran harga US$ 2,500. Inilah yang ditunjukkan oleh alat ukur atau timbangan harga yang adil yaitu Dinar seperti yang nampak dalam grafik diatas.

Dinar bukan hanya akurat untuk mengukur harga-harga, tetapi juga sangat akurat untuk mengukur tingkat kemiskinan misalnya. Nishab zakat yang 20 Dinar adalah contoh betapa langgengnya standar batas si kaya dan si miskin versi Islam ini, batas si kaya dan si miskin ini akan terus bergerak bila tolok ukurnya uang kertas atau tingkat inflasi.

Jadi sebenarnya kita memiliki alat ukur atau timbangan yang adil untuk memahami kondisi ekonomi kita secara lebih akurat dalam rentang waktu yang sangat panjang, hanya memang data yang akurat dan adil ini kadang terasa pahit. Wa Allahu A’lam.