DAFTAR DISINI, DAPAT EMAS 1 gram GRATIS

Buy gold online - quickly, safely and at low prices

Berkebun Emas

Berkebun Emas
Cara Cepat Investasi Emas
Free advertising

Rabu, 14 Oktober 2009

Tinggalkan Dollar Selagi Sempat…!.

Tinggalkan Dollar Selagi Sempat…!.

Written by Muhaimin Iqbal

Wednesday, 14 October 2009 08:40

US$ IndexDalam tulisan saya tanggal 6 Oktober lalu, saya sudah ungkapkan bahwa Rupiah-pun lebih perkasa dari US Dollar dalam setahun terakhir. Pelemahan US$ ini dapat kita ikuti terus di dashboard GeraiDinar.Com secara real-time , yang pada saat artikel ini saya tulis mengindikasikan US$ Index berada pada angka 75.86.

Ironinya bahwa melemahnya US$ ini bukan sesuatu yang tidak wajar, ini justru yang wajar – maka dari itu US$ pada tingkat index tersebut diatas, di indikator Geraidinar.com ditunjukkan oleh jarum yang berada di zone biru. Ketika US$ Index menujukkan angka yang tinggi beberapa bulan lalu, dia berada di zone merah – atau dalam kondisi yang tidak wajar.

Mengapa kondisi wajarnya US$ lemah dan akan terus melemah terhadap mata uang-mata uang besar dunia ?. Berikut beberapa alasannya diantara sekian banyak alasan lainnya.

Deficit spending, bailout, quantitative easing, stimulus, zero interest rate dan corporate scandals adalah kata-kata yang popular menghiasi ekonomi Amerika saat ini; semua kata-kata ini mendorong US$ turun dan tidak mendorongnya naik.

Dari tahun ketahun berbagai tingkat pejabat tinggi Amerika sampai presidennya sendiri riwa-riwi ke China; Apa misinya ?; menurunkan defisit perdagangan Amerika terhadap China. Dengan apa defisit ini diturunkan ?, dengan menurunkan daya saing produk-produk China di Amerika ?. dengan apa daya saing China di Amerika bisa turun ?, kalau produk China terasa mahal oleh penduduk Amerika; ini berarti demi kepentingan bangsa Amerika sendiri US$ harus terus melemah terhadap Renminbi China !.

Bukan hanya terhadap Renminbi saja US$ akan terus melemah; terhadap berbagai mata uang kuat lainnya seperti Euro, Yen, Aussie Dollar dlsb.; mata uang US$ akan melemah – demi penyelamatan ekonomi negeri itu dari defisit neraca perdagangan yang mulai tidak tertahankan lagi sejak krisis finansial melanda dua tahun terakhir.

Bagaimana agar kita tidak ikut menjadi korban dari terus melemahnya US$ ?, ya jangan gunakan US$ dalam berbagai bentuk investasi kita baik itu berupa tabungan, deposito, dana pensiun, asuransi dan berbagai investasi lain yang menggunakan US$ dalam unit of account-nya.

Dalam skala negara-pun hal ini patut dipikirkan secara serius. Betapa runyamnya ketergantungan terhadap US$ ini bila diteruskan dapat kita lihat dari illustrasi berikut : Pada akhir September 2008 lalu cadangan devisa kita mencapai US$ 57.108 Milyar ; pada akhir September 2009 cadangan devisa ini menjadi US$ 62.287 Milyar. Tambah kayakah kita ?; kalau dilihat dari angka cadangan devisa dalam US$ ini iya karena cadangan devisa kita naik kurang lebih 9 % setahun terakhir ini.

Masalahnya adalah US$ - nya sendiri bila diukur dengan unit account yang baku sepanjang zaman yaitu emas – setahun terakhir mengalami penurunan sekitar 22 %; karena emas dalam US$ mengalami kenaikan harga sekitar 28 % pada periode yang sama. Jadi bila dihitung dengan timbangan yang baku emas, cadangan devisa kita sejatinya mengalami penurunan sekitar 15% selama setahun terakhir !.

Mana yang kita lebih percayai ?, asset kita ditimbang dengan US$ yang terus menyusut seperti dalam illustrasi grafik diatas, atau ditimbang dengan timbangan yang baku emas/Dinar ? tentu saya lebih percaya pada yang terakhir ini.

Dengan fenomena terus menurnnya US$ (sebenarnya juga seluruh mata uang kertas lainnya ) ini, lantas apakah kita rame-rame menumpuk emas atau Dinar ?; tidak juga !. Karena emas atau Dinar sebagai investasi hanya nomor dua setelah sektor riil meskipun dia nomor satu sebagai unit of account (timbangan) maupun sebagai store of value (penyimpan nilai – agar tidak susut seperti uang kertas).

Yang terbaik bagi kita semua adalah kalau kita bisa menggerakkan sektor riil dengan perdagangan yang riil. Sebagai contoh Dinar yang harga nya kurang lebih setara dengan seekor kambing ukuran sedang sepanjang zaman, menyimpan Dinar tidak lebih baik dari memelihara kambing.

Satu Dinar Anda akan tetap satu Dinar setahun yang akan datang ( meskipun dalam Rupiah atau Dollar bisa jadi nilainya sudah 30% lebih tinggi saat itu !), tetapi satu ekor kambing Anda insyaallah bisa jadi dua kambing ( atau satu setengah setelah dipotong ongkos pelihara !) tahun depan…..

Jadi urutan terbaiknya adalah ‘pelihara kambing’ (merepresentasikan sektor riil), kalau karena satu dan lain hal belum bisa ‘pelihara kambing’ baru pertahankan asset Anda dalam satuan emas atau Dinar…agar tidak ikut tenggelam bersamaan dengan tenggelamnya mata uang US$ dan berbagai mata uang kertas lainnya. Wa Allahu A’lam.

Selasa, 13 Oktober 2009

Fiat Money dan Perampokan Negara

Fiat Money dan Perampokan Negara

Jakarta - Masih segar dalam ingatan kita betapa dasyatnya dampak krisis moneter yang dialami Indonesia pada tahun 1997/1998. Krisis yang tertransmisikan dari Thailand tersebut telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian.

Pada saat itu, secara makro tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot signifikan menjadi -13,7%, inflasi menembus 2 digit, tingkat bunga simpanan menembus level 58%, tingkat kemiskinan langsung meroket menembus 16,7% serta tingkat pengangguran mencapai 39,1% (BPS, 2000).

Sungguh ironis bilamana kita melihat dampak krisis moneter di atas. Ironis karena dampaknya dirasakan secara masal walaupun hingga kini kita merasa bukan sebagai penyebabnya. Memang krisis keuangan yang terjadi selama ini adalah bukan suatu kebetulan. Namun, ada skenario global yang mengaturnya dengan perantaraan suatu intrumen moneter.

Dengan demikian pengulangan krisis pada masa mendatang hanya akan dapat dicegah bila intrumen (sarana) pemicu krisis ini diamputasi sesegera mungkin. Intrumen pencipta dan pemicu krisis itu adalah "Fiat Money" atau sering dikenal dengan uang kertas dan coin.

Fiat Money adalah uang yang diterbitkan oleh pemerintah dan dilindungi oleh hukum suatu negara. Dalam perkembangannya fiat monet dipergunakan sebagai sarana pembayaran utang dan berbagai transaksi ekonomi. Baik domestik maupun internasional.

Namun demikian yang menjadi keresahan bersama berkenaan dengan fiat money adalah uang ini tidak memiliki nilai intrinsik selain harga bahan uang itu sendiri. Dengan kondisi demikian maka penerbitan uang ini tanpa didasari dengan jaminan akan kestabilannya di masa yang akan datang. Ketidakstabilan fiat money inilah yang menjadi akar dan sumber bencana finansial selama ini.

Dalam sistem moneter internasional akan suatu konsesi bahwa dalam transaksi internasional disyaratkan menggunakan mata uang yang merupakan hard currency. Seperti Dolar, Euro, Yen, dan Pound Sterling. Akan tetapi karena cadangan devisa kebanyakan negara di dunia adalah Dolar AS maka setiap transaksi dikonversikan ke dalam Dolar AS terlebih dahulu. Hal menarik yang perlu diperhatikan adalah apakah setiap dolar yang dikeluarkan benar-benar mencerminkan kondisi perekonomian yang sebenarnya.

Dalam beberapa buku ekonomi disebutkan bahwa dalam jangka panjang suatu perekonomian akan terjadi inflasi. Inflasi tersebut terjadi karena pertumbuhan jumlah uang tidak seimbang dengan pertumbuhan barang dan jasa dalam perekonomian.

Dalam teori ekonomi makro kita mengenal adanya business cycle atau siklus konjungtur ekonomi. Sesuai namanya maka akan ada masa suatu perekonomian booming dan resesi. Teori ini perlu kita pahami secara menyeluruh dan detail karena business cycle itu hanyalah buatan dan teori yang dibangun untuk merevitalisasi bangunan ekonomi segelintir pihak yang berkepentingan dalam alokasi sumber-sumber ekonomi.

Semisal, suatu perekonomian memiliki kapasitas faktor ekonomi sebesar 10%. Namun, hingga saat ini pencapaiannya masih 5%. Maka, pemerintah atau Bank Sentral selaku otoritas kebijakan memberikan stimulus fiskal atau moneter berupa kebijakan ekspansioner.

Kebijakan ekspansioner tersebut pada ujungnya berupaya bagaimana jumlah uang beredar meningkat dalam perekonomian sehingga diharapkan dapat memberikan stimulus dan geliat pada sektor-sektor ekonomi hingga mencapai batas maksimum kapasitas perekonomian (full employment). Dalam hal ini adalah 10%.

Sayangnya, laju perputaran fiat money ini tidak berhenti walaupun telah mencapai kapasitas maksimumnya sehingga jumlah barang yang dihasilkan tetap dan akhirnya menjadi timpang dan tertinggal dibanding pertumbuhan uang, yang kemudian perisitiwa ini dikenal dengan inflasi.

Pada masa inflasi harga barang membumbung tinggi karena tertekan oleh laju fiat money yang terus membesar. Dalam kondisi inflasi yang uncontrol ekspekstasi pelaku ekonomi akan masa depan perekonomian menjadi negatif karena daya beli masyarakat menurun yang juga secara otomatis dari sisi supply barang akan berangsur-ansur menurun. Perisitiwa ini bila berkelanjutan akan menciptakan staflasi, yaitu stagnasi perekonomian disertai inflasi yang tinggi.

Karena perekonomian Indonesia adalah terbuka maka mobilitas modal termasuk devisa berjalan cepat dan bebas. Para pelaku ekonomi akan merespon kondisi di atas dengan melakukan konversi mata uang kepada mata uang keras (hard currency) atau melakukan arbitrase agar nilai asetnya tidak bekurang. Arbitrase adalah melakukan konversi mata uang kepada mata uang lain yang memberikan keuntungan kurs. Secara otomatis mata uang Rupiah akan mengalami penurunan nilai terhadap mata uang mitra dagang.

Inilah awal daripada terjadinya "perampokan kekayaan negara" yang mungkin baru kita sadari. Apakah suatu keadilan bila bulan ini kita membeli minyak mentah 60 USD per barrel dan bulan depan dengan kuantitas yang sama harus membeli dengan 70 USD per barrel. Di manakah letak ketidakadilannya.

Ketidakadilannya adalah pada jumlah uang yang dikorbankan (rupiah) untuk membeli dolar. Untuk mendapat rupiah kita harus berdagang dengan barang lain. Artinya terjadi pertukaran. Namun, sebaliknya perubahan nilai Dolar AS bukan akibat pertukaran namun unsur spekulasi yang tidak didasarkan dengan apa pun (nothing).

Selisih perubahan Dolar itulah yang telah mengambil kekayaan suatu negara secara halal dan halus. Perkara ini telah terbukti dan dibuktikan pada kasus utang luar negeri Indonesia ketika krisis moneter tahun 1997/1998 terjadi. Waktu itu utang luar negeri Indonesia mayoritas dalam denominasi Dolar AS.

Berdasarkan data BPS jumlah Utang Indonesia per September 1997 mencapai 117,3 miliar Dolar AS dengan kurs Dolar terhadap Rupiah sebesar Rp 3,275 per Dolar AS. Akan tetapi pada Juni 1998 kurs Rupiah terhadap Dolar AS merosot dan menyentuh kisaran Rp 14,900 per dolar AS. Dengan demikian ada selisih kurs sebesar Rp 11,625 dengan jumlah utang yang sama.

Hal ini otomatis pemerintah atau negara membayar kewajiban hutang yang lebih besar dalam demoninasi Dolar karena harus mengorbankan Rp 11,625. Secara logika orang berhutang karena keterbatasan dana. Namun, apakah adil dan etis. Belum lagi dia melunasi beban utangnya telah meningkat sepuluh kali lipat tanpa dia pernah merasa berhutang dan menikmati harta itu. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Pada kondisi demikian maka negara berusaha menutup hutang dengan mengerahkan semua kapasitas ekonomi. Termasuk menggadaikan beberapa perusahaan negara kepada asing (privatisasi), menjual surat utang kepada pihak luar, dan bahkan mempersilahkan beberapa kontraktor asing untuk mengelola perekonomian nasional.

Sekadar informasi bahwa privatisasi di Indonesia telah menjadi tradisi dan kebutuhan. Berdasarkan sebuah sumber: Waspada Ledakan Privatisasi BUMN, mencatat bahwa selama periode 1991-2001, pemerintah Indonesia telah memprivatisasi 12 BUMN. Selama periode 2001-2006 privatisasi BUMN sebesar 10 BUMN, dan di awal tahun 2008, pemerintah kembali akan memprivatisasi 34 BUMN.

Geram rasanya bila melihat fenomena ini karena sungguh tragis sekaligus memalukan. Tentunya ini tak akan terjadi bila fiat money yang menjadi kebanggaan kita bersama merupakan uang komoditas yang memiliki jaminan dan nilai intrinsik.

Kritik terhadap fiat money pernah dikemukakan oleh Alan Greenspan dalam esai Gold and Economic Freedom, yang menyatakan, "This is shabby secret of the welfare statist tirades against gold. Deficit spending is simply a scheme for the confiscation of wealth. Gold stands in the way of this insidious process. It stands as a protector of property right".

Dalam kritiknya Greenspans dengan tegas mengatakan bahwa kebijakan defisit yang selama ini dilakukan oleh negara maju merupakan skema sederhana untuk pengambilalihan (confiscation) terhadap kekayaan, dan emas adalah pelindung terhadap hak milik suatu barang. Pernyataan di atas secara tegas mengkritik Amerika Serikat yang selama ini memiliki kebijakan defisit anggaran. Sehingga, pembiayaan defisit Amerika didanai dari hutang melalui penjualan surat utang Negara (Treasury Bills atau Treasury Bonds).

Oleh karenanya eksistensi perekonomian Amerika sebenarnya karena pembiayaan hutang tersebut. Hingga saat ini Amerika tercatat sebagai pengutang terbesar di dunia dengan hutang US$11,315 triliun per oktober 2008. Akan tetapi, AS terkesan tenang, karena bila terjadi default dia bisa dengan mudah mencetak mata uang baru (seignorage) atau meminta bantuan lembaga keuangan internasional (IMF).

Dalam menjaga eksistensi fiat money, baik dari segi kuantitas maupun efektivitasnya,
maka Amerika meminta bantuan IMF yang dibentuk pada tahun 1945. Memang lembaga ini, bertujuan untuk menciptakan dan memelihara stabilitas moneter global. Akan tetapi, sebenarnya lembaga ini adalah kepanjangan tangan Amerika Serikat untuk menancapkan pengaruh sekaligus agen penghisap ekonomi negara lain.

Penghisapan melalui IMF ini secara detail diungkap dalam buku "The Confession of Economic Hitman". Memang Amerika memiliki agen khusus yang bertugas menjebak dan akhirnya secara sukarela menjadi "perahan" untuk menyediakan sumber-sumber ekonomi. Misalnya ada suatu Negara yang mengalami krisis, maka IMF, sebagai juru selamat datang untuk menawarkan beberapa bantuan dengan persyaratan tertentu.

Persyaratan itu adalah intrumen untuk memastikan bahwa negara tersebut dalam koridor kepentingan Amerika. Begitu juga dengan ADB (Asian Development Bank) yang membawa isu pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan. Namun, dibalik itu, ADB adalah kepanjangan tangan Amerika untuk mempengaruhi kebijakan suatu negara dalam pengentasan kemiskinan.

Menurut Amerika justru selama masih ada kemiskinan mereka dapat dengan mudah mengatur dan mengarahkan demi kepentingan mereka baik saat ini maupun mendatang. Oleh karenanya pengentasan kemiskinan oleh ADB hanyalah kedok untuk menjaga dan memelihara pemiskinan itu sendiri. Sehingga, IMF dan ADB banyak disebut sebagai antek Amerika karena sumber pemasukan dana terbesar mereka adalah Amerika.

Dari komposisi dana simpanan negara-negara di dunia Amerika menempati posisi pertama dengan jumlah saham hampir mencapai 20%. Dengan saham yang relatif besar ini maka mereka memiliki hak-hak istimewa. Seperti kemudahan dalam pengajuan bantuan, dan kemudahan dalam menyusupkan metode untuk setiap kebijakan anti kemiskinan dan stabilisasi moneter global.

Dengan demikian betapa semunya sebenarnya kekuatan Amerika dan negara-negara maju tersebut. Dengan hanya bermodalkan selembar kertas tak bernilai Amerika serikat telah meneguhkan hegemoninya dalam mengatur seluruh sistem kehidupan global dan berusaha berlindung dari setiap penderitaan negara-negara lain. Karena sesungguhnya, setiap krisis, inflasi (bencana financial), atau kemiskinan yang terjadi di dunia ini bukan terjadi secara alamiah.

Tetapi, karena didesain untuk sistem perekonomian raksasa berbasis fiat money. Sehingga, sudah sewajarnya bila dunia mulai memikirkan sistem moneter global yang berkeadilan berbasis komoditas, seperti dinar emas. Upaya ini juga sebagai alternatif sekaligus cara untuk meminimalkan dan menghentikan perampokan mereka terhadap kekayaan negara-negara secara halal dan halus. Sanggupkah kita bersama-sama memperjuangkannya. Insya Allah.

Dimas Bagus Wiranata Kusuma
dimas_economist@yahoo.com (+60-169026445)

Penulis adalah Kandidat Master of Economics International Islamic University Malaysia (IIUM), Direktur Humas Islamic Economic Forum for Indonesia Development (ISEFID) Kuala Lumpur .

Minggu, 11 Oktober 2009

Investasi Emas, Investasi Anti Krisis

Investasi Emas, Investasi Anti Krisis
Ramdhania El Hida - detikFinance


Foto: Reuters

Jakarta - Emas, selain sebagai perhiasan rupanya bisa dijadikan instrumen investasi yang dapat bertahan pada situasi dan kondisi apapun, termasuk pada saat krisis.

Hal ini disampaikan CEO Managing Partner Vibiznews Alfred Pakasi dalam Seminar Investasi Properti dan Emas di Hotel Ciputra, Jakarta, minggu (10/10/2009).

Menurut Alfred, investasi dengan emas memiliki beberapa keuntungan. Pertama, emas memiliki likuiditas yang sangat mudah. Banyak toko yang menjual dan membeli emas di mana-mana.

"Kini, emas bisa dianggap sebagai mata uang. Semua mata uang di dunia mempunyai emas sebagai back up," ujar Alfred.

Kedua, harga emas akan selalu naik sehingga bisa menjadi pilihan saat krisis. Bahkan saat perang, inflasi tinggi, dan gejolak finansial. Selain itu, terdapat aspek fundamental dalam emas. Alfred menambahkan emas memiliki 2 cara keuntungan, baik saat harga emas sedang naik maupun saat turun. Emas juga memiliki manfaat jangka panjang dan jangka pendek.

Saat harga naik, masyarakat bisa menjual emasnya tetapi saat harga emas turun, masyarakat bisa kembali membeli emas. Hal ini merupakan manfaat jangka pendek investasi emas.

Namun, jika masyarakat ingin invesatasi emas secara jangka panjang, emas bisa dibeli saat harga turun kemudian disimpan saja sampai berpuluh-puluh tahun. Hal ini tetap mendatangkan keuntungan karena harga emas akan selalu naik.

"Manfaatkan 2 ways opportunity, untuk long term kita buy and hold, untuk short term kita jual saat koreksi. Jadi, selalu untung," tegas Alfred.

Saat ini harga emas sedang tinggi karena harga per troy ounce emas mencapai angka di atas Rp 1000. Fenomena harga emas di Indonesia sempat mencapai harga paling tinggi pada Maret 2008 yang mencapai level Rp 311.300 per gram.

Hal ini dicapai atas dolar menguat hingga Rp 12.000. Pada 8 Oktober 2009 ini, harga emas mencapai Rp 317 ribu karena rupiah menguat tetapi harga per troy ounce emas tinggi. Pada jangka panjang, Alfred yakin harga per troy ounce emas bisa mencapai US 1250 sehingga harga jualnya kembali naik.

Meski demikian, emas juga bukan bebas risiko. Alfred menyatakan, investasi dengan emas juga memiliki potensi kerugian. Hal ini karena kurangnya pengetahuan tentang pasar emas.

Kita tidak bisa membaca peluang kapan waktu yang tepat untuk menjual dan membeli. Oleh karena itu, perlunya mencari tahu informasi terbaru mengenai pasar emas dan rekomendasi yang dianjurkan para pelaku ekonomi dari media-media.

"Bisa juga rugi karena high risk, high gain. Ini karena kita tidak tahu tentang pasar emas. Oleh karena itu update terus berita tentang emas dan rekomendasi," ujar Alfred.

Alex menyarankan, seluruh masyarakat tetap bisa berinvestasi dalam keadaan apapun. Baik sedang krisis, ketidakpastian (bencana alam), maupun saat inflasi tinggi. Hal ini untuk keperluan masa depan. Untuk itu, diperlukan investasi yang aman, tepat, dan stabil. Emaslah yang menjadi peluang emas berinvestasi. (nia/ang)

Kamis, 08 Oktober 2009

Harga Emas Ciptakan Rekor Baru Lagi

Harga Emas Ciptakan Rekor Baru Lagi
Nurul Qomariyah - detikFinance


Foto: Reuters


London - Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi lagi dan menembus batas psikologis US$ 1.050 per ounce. Pelemahan dolar AS di pasar global membuat harga emas semakin tak terbendung.

Di pasar spot London, harga emas melonjak menembus US$ 1.058 per ounce, yang merupakan level tertinggi dalam sejarah. Lonjakan harga terutama ditopang oleh terus merosotnya dolar yang membuat harga logam berharga yang berdenominasi dolar AS menjasi semakin murah.

"Investor kembali ke emas sebagai perlindungan di tengah melemahnya dolar AS," ujar Adrian Koh, analis dari Phillip Futures di Singapura seperti dikutip dari Reuters, Kamis (8/10/2009).

Dolar AS tercatat turun 0,7% atas kumpulan mata uang utama dunia, yang merupakan titik terendah sepanjang tahun ini. Euro menguat 0,6% ke level 1,4773 dolar. Terhadap yen, dolar AS juga melemah 0,33% ke 88,32 yen.

Sejauh ini dolar AS terus melemah akibat berbagai faktor seperti ekspektasi akan terus rendahnya suku bunga AS dalam beberapa waktu dan keyakinan perekonomian dunia kini sedang dalam proses perbaikan. Hal itu mengendurkan motivasi untuk perburuan dolar, sebagaimana terjadi pada tahun lalu.

Rabu, 07 Oktober 2009

Harga Emas Masih di Titik Tertinggi

Harga Emas Masih di Titik Tertinggi
Nurul Qomariyah - detikFinance


Foto: Reuters

New York - Dolar AS mulai menguat setelah sempat terpuruk. Namun harga emas belum surut dan masih bercokol di titik tertingginya.

Investor masih meneruskan aksi pembelian emas dan logam berharga lain karena khawatir dolar akan menguat lagi dan membawa ancaman inflasi.

Pada perdagangan Rabu (7/10/2009), harga emas di pasar spot empat menembus US$ 1.048,20 per ounce sebelum akhirnya surut ke US$ 1.041,75. Harga ini masih lebih tinggi ketimbang harga terakhir pada Selasa di US$ 1.040,85 per ounce.

Di COMEX, yang merupakan divisi dari New York Mercantile Exchange, harga emas untuk pengiriman Desember ditutup naik 4,70 dolar menjadi US$ 1.044,40. Harga emas di pasar ini bergerak di kisaran US$ 1.037-1.049,70, yang juga merupakan rekor tertinggi.

Harga emas tercatat telah naik hingga 20% sepanjang tahun ini seiring terus merosotnya dolar AS dan kekhawatiran akan inflasi setelah negara-negara berlomba mengguyurkan miliaran dolar dalam mengatasi krisis. Emas dinilai sebagai tempat investasi paling aman dari gangguan inflasi.

Harga logam berharga lainnya yang juga menguat adalah Palladium yang sempat menembus US$ 313,50 per ounce, yang merupakan titik tertinggi sejak Agustus 2008.

Sementara dolar AS kini sudah mulai menguat sehingga membuat emas gagal menembus level psikologis US$ 1.050 per ounce. Namun analis menyatakan momentumnya masih akan hadir.

"Ketika pasar bergerak sedemikian besar dalam dua hari, Anda harus berekspektasi hal itu akan terhenti sebentar untuk menarik nafas. Tapi kami tidak melihat banyak tanda orang-orang akan melakukan bail out dan mengambil untung di sini," ujar Tom Kendall, analis logam dari Mitsubishi Corp seperti dikutip dari Reuters, Kamis (8/10/2009).

Daniel Sacks, Co-Portolio Manager dari Investec Global Gold Fund mengatakan, harga emas akan menguji titik tertinggi barunya sejalan dengan perkembangan kuartal IV.

"Kami percaya hal ini akan berlanjut. Harga emas sekarang masih setengah dari titik tertinggi dalam istilah yang sesungguhnya, meski telah mengalami rally dalam 8 bulan terakhir," ujarnya.

Dinar Untuk Investasi Korporasi …

Dinar Untuk Investasi Korporasi … PDF Print E-mail
Written by Muhaimin Iqbal
Wednesday, 07 October 2009 07:58
Investasi Korporasi

Sejak IMF mentabukan penggunaan emas sebagai referensi mata uang dunia akhir 1971; emas seolah-olah menghilang dari khasanah investasi para pengelola dana korporasi. Namun kini perlahan tetapi pasti korporasi-korporasi dunia mulai melirik kembali emas sebagai investasi, setelah dunia babak belur dengan saham, depresiasi nilai mata uang kertas dan berbagai ketidak pastian investasi lainnya.

Sayangnya di negeri ini ‘ketabuan’ nampaknya masih mendominasi instrumen investasi yang satu ini, sampai-sampai berbagai peraturan pemerintah-pun luput dari mengaturnya. Contohnya belum lama ini teman-teman di industri asuransi diskusi dengan saya, ternyata tidak atau belum ada aturan yang mengatur bagaimana investasi emas ini diperlakukan kaitannya dengan pengelolaan Risk Based Capital (RBC) atau kalau di bank Capital Adequacy Ratio (CAR).

Seandainya diperkenankan, apakah investasi Dinar emas ini menarik bagi perusahaan asuransi misalnya ?; data riil yang kami kumpulkan dua tahun terakhir menunjukkan investasi ini sangat-sangat menarik.

Karena investasi asuransi harus liquid, maka mayoritas industri asuransi sampai saat ini masih meng-investasikan dananya di deposito dan diatur sedemikian rupa sehingga setiap saat ada yang bisa dicairkan untuk membayar klaim. Karena komposisi terbesarnya deposito, maka hasil investasi asuransi-pun rata-rata hanya sedikit diatas deposito. Artinya investasi dana asuransi saat ini hanya berada di kisaran hasil 9 % per tahun.

Bandingkan dengan kinerja Dinar dalam grafik diatas; setelah dipotong biaya jual beli 4 %-pun hasil Dinar masih jauh dari invesatsi rata-rata perusahaan asuransi. Lebih jauh lagi perbedaannya apabila investasi yang digunakan adalah investasi jangka panjang dua tahun misalnya; ketika investasi konvensional mereka hanya mendapatkan hasil belasan persen saja, Dinar bisa memberikan hasil sampai 45%.

Memang perlu dicatat bahwa untuk jangka pendek investasi ini bisa merugi; contoh enam bulan terakhir harga Dinar sedang turun sampai 9 % lebih. Namun peluang kerugian ini bisa diminimisasi atau bahkan di eliminir dengan membeli Dinar secara bertahap. Dengan pembelian bertahap, maka akan ada average harga yang baik dan menghilangkan unsur spekulatif dalam investasi Dinar emas ini.

Dalam aspek likwiditas, Dinar emas juga tidak perlu diragukan lagi karena bisa dicairkan kembali kedalam bentuk Rupiah kapan saja.

Kalau Dinar emas bisa menjadi instrumen investasi baru di Industri asuransi, maka Dinar emas juga dapat menjadi instrumen investasi di industri apa-pun.

Kini waktunya para pengelola dana untuk melihat dan mengkaji secara objektif potensi investasi ini; toh di luar negeri korporasi-korporasi besar juga telah menggunakan emas sebagai salah satu instrumen investasinya – mengapa kta masih men-tabu-kannya ?.

Yang penting sekali dicatat adalah investasi emas bukan untuk ditimbun – karena ini sangat dilarang dalam Islam; Investasi emas juga harus dalam bentuk yang terus berputar untuk menggerakkan sektor investasi riil lainnya. Kami siap memberikan solusi masalah ini bila ada korporasi yang menghendakinya.

Kelak solusi korporasi ini insyaallah akan menjadi business unit khusus yang kita sebut Dinar House, saat ini kami masih mencari mitra yang tepat untuk pengembangan business unit yang satu ini karena akan membutuhkan modal dan SDM yang benar-benar memadai untuk ini. Insyaallah.

Ketika Rupiah Lebih Perkasa Ketimbang US Dollar…

Ketika Rupiah Lebih Perkasa Ketimbang US Dollar… PDF Print E-mail
Written by Muhaimin Iqbal
Tuesday, 06 October 2009 08:03
US$ vs Rupiah

Setahun terakhir nasib Dollar Amerika benar-benar runyam; bahkan uang Rupiah kita yang sering jadi ledekan teman-teman di luar karena banyaknya nol – pun lebih perkasa ketimbang US$ dalam dua belas bulan ini.

Dari mana kita bisa mengukur keperkasaan uang ini secara akurat ?; dengan apalagi kalau tidak dengan emas yang sering saya sebut sebagai uang yang adil sepanjang zaman dengan tingkat inflasi rata-rata nol % sepanjang 1400 tahun lebih.

Akhir Oktober tahun lalu (2008) harga emas internasional sesuai data Kitco adalah US$ 730.75/ Oz; pada saat analisa ini saya buat (awal Oktober 2009) harga emas internasional berada pada kisaran US$ 1005/ oz. Artinya pada setahun terakhir ini harga emas dalam US$ mengalami kenaikan sampai 37.5%; atau US$ mengalami penurunan 27% dibandingkan alat ukur baku yaitu emas. Kok berbeda antara angka kenaikan (appresiasi) ini dengan angka penurunan (depresiasi ) ?, ya iyalah…karena dari angka 10 ke 11 menunjukkan kenaikan 10%.. tetapi dari 11 ke 10 akan menunjukkan penurunan 9

%.

Bandingkan dengan Rupiah pada periode yang sama; harga emas hanya naik 20.5% sejak akhir oktober tahun 2008 sampai analisa ini dibuat. Atau Rupiah hanya mengalami penurunan nilai sebesar 17%.

Situasi Rupiah bergerak secara lebih perkasa untuk periode yang relatif panjang (1 tahun ) ini adalah situasi yang tidak biasa. Karena pada umumnya uang dari Negara yang lebih besar (ukuran ekonomi-nya) akan cenderung lebih stabil; selain lebih sulit dipermainkan nilainya oleh spekulan ketimbang uang dari negara yang lebih kecil, juga cadangan mereka tentu jauh lebih besar sehingga seharusnya mampu meredam gejolak mata uang di pasar.

Meskipun Rupiah jauh lebih perkasa dibandingkan US$ setahun terakhir tersebut; saya tetap tidak menganjurkan uang Rupiah Anda idle terlalu lama. Mengapa ?

Pertama US$ bisa kembali ke jalur ‘normal’-nya kapan saja, kalau ini terjadi US$ menguat – Rupiah akan kembali ‘kelihatan’ lemah.

Kedua, se perkasa-perkasanya Rupiah – terhadap ukuran yang baku emas, Rupiah masih mengalami penurunan nilai 17% setahun terakhir. Padahal kalau uang Anda depositokan saja, bagi hasil bersih terbaiknya kurang lebih hanya di kisaran 8 % sekarang; kalah dengan penyusutan nilainya bukan ?.

Lantas ‘diapakan’ uang Anda sebaiknya ?; investasi sektor riil tetap pilihan yang paling baik bila Anda bisa mengelolanya dengan baik – inilah mengapa fokus program Gerakan Dinar juga diarahkan untuk menggerakkan sektor riil ini kedepannya.

Bila investasi sector riil yang dijalankan dengan baik ini belum bisa dilaksanakan, mempertahankan uang Anda dalam bentuk Dinar adalah pilihannya karena nilai daya belinya yang bertahan sepanjang zaman – tidak mengalami penurunan seperti yang di alami oleh US$ dan Rupiah tersebut diatas. Wa Allahu A’lam

Selasa, 06 Oktober 2009

Cetak Rekor Tertinggi, Harga Emas Kian Kinclong

Cetak Rekor Tertinggi, Harga Emas Kian Kinclong
Nurul Qomariyah - detikFinance


Foto: Reuters

New York - Harga emas internasional kembali mencetak rekor tertingginya, setelah negara-negara Arab dikabarkan mendepak dolar dan menggantinya dengan kumpulan mata uang dan emas untuk membayar transaksi minyaknya.

Harga emas di New York Mercantile Exchange melesat hingga US$ 1.045 per ounce pada perdagangan Selasa (6/10/2009).

Beberapa jam sebelumnya, harga emas di London Bullion Market, harga emas juga menembus US$ 1.043,78 per ounce, melebihi level tertinggi yang pernah dicapai pada Maret 2008 di harga US$ 1,032,70 per ounce.

Selain oleh kabar dari negara-negara Arab, harga emas juga melonjak oleh terus merosotnya dolar AS. Analis dari Barclays Capital, Suki Cooper mengatakan, pelemahan dolar sepertinya terhubung dengan laporan the Independent soal adanya pertemuan rahasia negara-negara Arab untuk mengalihkan penggunaan dolar.

Dalam pertemuannya tersebut, negara-negara Arab dikabarkan akan menggunakan 'basket of currencies' yang berisikan yen, euro, dolar AS, emas dan mata uang lainnya untuk bertransaksi minyak.

"Ini telah menambah kekhawatiran tentang peranan dolar AS di masa depan di pasar finansial internasional," ujar Cooper seperti dikutip dari AFP.

Harga emas juga mendapatkan dukungan dari kecenderungan peningkatan inflasi. Emas dinilai investor sebagai tempat investasi yang paling aman untuk menghadang inflasi.

"Dalam lingkungan dimana suku bunga secara nyata adalah nol, maka biaya untuk berpindah ke emas adalah nihil. Ini menjadi alasan bagi investor bahwa emas lebih diinginkan," ujar Jack Ablin, analis dari Harris Private Bank seperti dikutip dari Reuters.