DAFTAR DISINI, DAPAT EMAS 1 gram GRATIS

Buy gold online - quickly, safely and at low prices

Berkebun Emas

Berkebun Emas
Cara Cepat Investasi Emas
Free advertising

Kamis, 03 Juni 2010

Habis Sensus, Terbitlah Utang Rp 6,6 juta

Sebagai bangsa sebenarnya kita sudah bangkrut! Namun karena kekayaan yang melimpah, negara ini tetap hidup, meski tak boleh kita nikmati.

Sensus Penduduk baru saja usai. Setelah disensus, kita masing-masing berhutang Rp 6,6 Juta. Hitungannya utang Rp 1.588 Trilyun dibagi 240 Juta rakyat Indonesia (Mei 2010). Bagi Anda yang telah berkeluarga, beban utang anda bertambah menjadi Rp 33 Juta ( 1 istri, 3 anak). Utang ini harus Anda bayar, tentu saja pemerintah tidak memintanya langsung kepada Anda, kecuali yang lewat pajak. Utang tersebut Anda bayar melalui inflasi uang kertas yang Anda pegang. Mereka menamainya sebagai sirklus inflasi bulanan, itulah sebabnya rupiah selalu merosot daya belinya. Tentunya Anda akan semakin terbebani dalam memenuhi biaya keluarga, karena setiap bulan penghasilan Anda yang tetap, akan semakin tak berdaya mengikuti laju inflasi rupiah.

Salah satu faktor penentu dalam pengucuran utang negara adalah jumlah penduduk dan kekayaan alam. Lalu siapa yang menanggung utang negara, kalau bukan kita? Padahal utang tersebut belum tentu kita sepakati, baik itu penggunaan maupun jumlahnya. Para elit politiklah yang justru �gemar� berutang atas nama kita (rakyat). Karena hak kita sebagai warga negara telah mereka lucuti, setelah mereka terpilih melalui Pemilu, itulah kerugian terbesar bagi bangsa yang menerapkan demokrasi. Utang perkapita berkurang bukan karena prestasi pemerintah, tapi karena ledakan jumlah penduduk!

Warisan Utang Rp 1.588 trilyun

Selam enam tahun pemerintah RI secara masif terus meningkatkan utangnya, baik itu utang ke luar negeri maupun ke dalam negeri. Utang dianggap wajar dan sudah menjadi kebijakan rutin pertahunnya. Pemerintah berdalih, utang adalah konsekuensi dari APBN, karena belanja negara lebih besar dari penerimaannya. Padahal utang belum efektif menggerakkan proyek infrastruktur dan kurang bermanfaat bagi rakyat. Karena APBN sebagiannya justru tersedot untuk membayar cicilan pokok utang dan bunga utang, serta pembelian kembali Surat Utang Negara yang jatuh tempo.

Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, mewariskan utang yang besar bagi kita. Selama lima tahun mengurus keuangan negara, total utang Indonesia bertambah Rp 275 trilyun menjadi Rp 1.588 trilyun. Tumpukan utang terbanyak berasal dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dengan bunga cukup tinggi 15,5 persen. Jatuh tempo SUN paling besar terjadi pada tahun 2012. (Republika, 25 Mei 2010).

Sensus penduduk 1-31 Mei 2010 untuk menghitung kembali jumlah penduduk. Yang dengan angka tersebut, elit politik dapat membuat APBN, Bank Indonesia dapat mencetak berapa banyak uang kertas yang akan beredar, dan pemerintah dapat menghitung kembali berapa kira-kira utang yang akan dibebankan kepada rakyatnya. Karena utang tersebut, kekayaan alam yang seharusnya dapat dinikmati oleh kita, menjadi tergadai ke banyak korporasi. Tanah, air, laut, hutan, bukit, gunung, bahkan udara telah di kavling-kavling! Lahan pertanian rakyat segera saja tergusur, bila diketahui menghasilkan minyak, gas atau bahan tambang lainnya. Kekayaan alam justru dinikmati oleh para pemodal, bukan oleh rakyat Indonesia sebagaimana amanat kemerdekaan RI dan UUD 1945.

Inilah susahnya jadi anak bangsa yang tertindas oleh elit politik melalui demokrasi. Masihkah Anda mempercayai demokrasi? Padahal janji-janji mereka pasti selalu meleset.

sumber: http://wakalanusantara.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar